1. Lahir di Solo:
Gesang Martohartono lahir pada 1 Oktober 1917 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
2. Latar Belakang Keluarga:
Gesang dilahirkan dalam keluarga sederhana. Ayahnya seorang pengusaha batik, namun bangkrut saat Gesang masih remaja. Oleh karena itu, beliau bekerja keras untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya dengan menyanyi.
3. Multi-bahasa Bengawan Solo:
Lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang telah diterjemahkan ke dalam setidaknya 13 bahasa, termasuk bahasa Inggris, bahasa Rusia, bahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang. Ini menunjukkan daya tarik universal dan pengaruhnya yang luas di berbagai belahan dunia.
4. Pengaruh di Jepang:
Di Jepang, Gesang dihormati sebagai tokoh yang penting dalam musik Indonesia, terutama karena Bengawan Solo. Lagu ini sangat populer di sana dan dinyanyikan oleh banyak penyanyi Jepang serta digunakan dalam berbagai acara dan Film salah satunya dalam film IKIRU karya AKIRA KUROSAWA.
5. Kehidupan Panjang:
Gesang Martohartono hidup hingga usia 92 tahun, meninggal pada tahun 2010. Selama hidupnya yang panjang, ia terus mendedikasikan dirinya untuk melestarikan dan mempopulerkan musik keroncong Indonesia.
6. Gesang Sebagai Ikona Budaya:
Gesang dianggap sebagai maestro keroncong Indonesia yang tak tergantikan, dengan kontribusinya dalam mengangkat martabat dan keunikan musik keroncong, serta memperkenalkannya ke tingkat internasional melalui karya-karyanya yang monumental seperti Bengawan Solo.
7. Awal Karir Sebagai Penyanyi
Keroncong: Gesang awalnya hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara-acara kecil di kota Solo. Dia baru mulai menciptakan lagu pada masa Perang Dunia II, meskipun karya awalnya kurang dikenal.
8. Penciptaan Bengawan Solo:
Pada tahun 1940, pada usia 23 tahun, Gesang menciptakan lagu legendaris Bengawan Solo. Inspirasi datang saat ia duduk di tepi sungai Bengawan Solo yang selalu memikatnya. Proses penciptaan lagu ini memakan waktu sekitar 6 bulan.
9. Tempat Tinggal:
Gesang tinggal di Jalan Bedoyo Nomor 5, Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo, bersama keponakan dan keluarganya. Sebelumnya, ia juga tinggal di Perumnas Palur yang diberikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1980.
10. Kehidupan Pribadi yang Sederhana:
Setelah berpisah dengan istrinya pada tahun 1962, Gesang memilih untuk hidup sendiri dan tidak memiliki anak.
11.Taman Gesang:
Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.
12. Pengaruh dan Warisan:
Meskipun hidupnya sederhana, karya-karya Gesang, terutama Bengawan Solo, tetap menjadi bagian integral dari budaya Indonesia dan warisan musik keroncong yang tak terlupakan.
13. Diskografi terpilih:
Berbahasa Melayu/Indonesia
“Bengawan Solo”
“Jembatan Merah”
“Saputangan”
“Dunia Berdamai”
“Si Piatu”
“Roda Dunia”
“Tembok Besar”
“Seto Ohashi”
“Pandanwangi”
“Kalung Mutiara”
“Pemuda Dewasa”
“Borobudur”
“Sebelum Aku Mati”
“Bumi Emas Tanah Airku”
“Urung”
“Kemayoran”
Berbahasa Jawa
Banyak lagu langgam Jawa ciptaan Gesang yang dipopulerkan oleh penyanyi keroncong legendaris, Waljinah.
“Impenku”
“Kacu-kacu”
“Tirtonadi”
“Sandhang Pangan”
“Nusul”
“Nawala”
“Pamitan”
“Caping Gunung”
“Ali-ali”
“Andheng-andheng”
“Luntur”
“Dongengan”
“Jago Kluruk