Koalisi Ormas Nilai SP3 oleh KPK Atas Kasus SHD Tidak Sah

Ancam Gelar Demo Besar-Besaran Tuntut KPK Cabut SP3 SHD dan Desak Parpol Tidak Calonkan SHD Karena Diduga Tersangkut Kasus Korupsi

PALANGKARAYA (INDONESIAKINI.ID) – Beberapa Koalisi Ormas Kalimantan Tengah geram atas terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan  (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan berita online  yang beredar di media sosial bahwa KPK telah menerbitkan SP3 atas kasus SHD tertanggal 12 Juli 2024.

Beberapa waktu lalu, Koalisi Ormas dan Pemuda Kalteng Anti Korupsi (KOMPAK) sudah menggelar aksi demonstrasi  pada tanggal 6 Agustus 2024 di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta mendesak agar KPK tidak masuk angin dan segera menangkap SHD. Mereka menilai KPK terindikasi masuk angin dalam kasus SHD, karenanya dalam aksi tersebut KPK dihadiahi satu kotak Jamu Tolak Angin. Padahal barang bukti kasus gratifikasi berupa 2 unit mobil mewah dan uang sekitar setengah milyar rupiah  sudah diamankan oleh KPK.

“Tangkap SHD, tersangka kasus dugaan mega korupsi dengan kerugian negara Rp5,8 Triliun. Kenapa kasus mega korupsi malah tidak diproses padahal ini kasus terbesar sepanjang sejarah Kalteng berdiri,” teriak Yinto dari KOMPAK Kalteng ketika menyampaikan orasi di depan Gedung Merah Putih KPK di  Jakarta.

Terbitnya SP3 oleh KPK menuai kecaman keras dari koalisi Kapakat Dayak Anti Korupsi (KADAKORUP) Kalimantan Tengah. Korlap KADAKORUP KALTENG Drs Menteng Asmin menilai SP3 tersebut tidak sah dan terkesan ada kepentingan politik karena diterbitkan menjelang proses pendaftaran Paslon dalam Pilkada Kalteng yang sebentar lagi dihelat.

“Ada indikasi SP3 ini ada kepentingan politik dan diduga bersifat transaksional. Ini sangat berbahaya dalam suasana menjelang Pilkada, ternyata KPK malah menerbitkan SP3 bagi SHD, kenapa tidak diterbitkan sesudah Pilkada. Berarti patut diduga SP3 ini ada kepentingan politiknya sehingga SHD bisa melenggang untuk maju dalam Pilkada Kalteng,” ujar Menteng tokoh LSM Kalteng yang terkenal vocal tersebut.

Alasan di-SP3-kannya kasus ini karena KPK kurangnya bukti kerugian negara adalah tidak berdasar. Bahwa kalau misalnya kurang bukti berupa Hasil Audit BPK tentang kerugian negara (Pasal 2 dan 3 UU Tipikor) maka Penyidik KPK bisa memasang Pasal Gratifikasi yakni pasal 12B UU Tipikor No.31 /1999 junto No.20/2001 karena sudah ada barang bukti gratifikasi tersebut.

Sedangkan bukti lapangan yakni saat ini sekitar ratusan ribu ton Bauksit PT BI diduga bernilai ratusan milyar siap dikapalkan di pelabuhan Parenggean, padahal perijinan PT BI merupakan obyek kasus ini, seharusnya tidak boleh beroperasi sehingga ini adalah bukti pelanggaran yang berat.

Demikian juga berdasarkan UU No.19 Tahun 2019 tentang KPK bahwa SP3 harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 7 hari dan wajib diumumkan kepada publik. Faktanya SP3 tersebut malah tidak diumumkan dan terkesan diam-diam.

“Kami mempertanyakan kenapa KPK terkesan menyembunyikan SP3 kasus SHD, padahal dulu waktu penetapan SHd sebagai tersangka diumumkan dan disiarkan secara langsung oleh Komisioner KPK. Kami mohon agar kasus terbitnya SP3 ini diproses oleh Dewan Pengawas KPK dan dipantau oleh Bapak Presiden dan Menkopolhukam. Kami akan demo besar-besaran baik di Kalteng maupun di Kantor KPK di Jakarta,” tegas Menteng.

Menurut Menteng untuk aksi demonstrasi di Palangkaraya akan di gelar pada hari Senin, 19 Agustus 2024 di Bundaran Besar Palangkaraya. Selanjutnya akan menggelar demo besar-besaran di Gedung Merah Putih KPK di Jakarta. Selain mendesak KPK mencabut SP3 kasus SHD, pihaknya juga mendesak agar Parpol jangan mencalonkan SHD dalam Pilkada Kalteng karena terindikasi masih tersangkut kasus dugaan korupsi.

(Melz)