Ritual Sembahyang Rebutan di Kelenteng Hong San Koo Tee : Mengingat Leluhur dengan Ritual Khidmat

Teks : Ratusan miniatur yang akan dibakar saat ritual Sembahyang Rebutan di Klenteng Hong San Koo Tee, Surabaya. Minggu (18/08/24). Sembahyang Rebutan merupakan tradisi yang mengantarkan arwah leluhur menuju akhirat. Foto : Nugi/Indonesiakini.id

SURABAYA | Sembahyang Rebutan di Kelenteng Hong San Koo Tee, Jl. Cokroaminoto, Surabaya, berlangsung khidmat dengan partisipasi umat yang datang untuk memberikan penghormatan kepada leluhur digelar pada (18/08/24) Minggu siang.

Ritual ini dilakukan setiap tahun pada bulan di mana pintu alam gaib diyakini terbuka, memungkinkan roh leluhur menerima persembahan dari keturunan mereka yang masih hidup.

Erdiana Tejasputra, Pengurus Kelenteng Hong San Koo Tee, menjelaskan bahwa tahun ini Sembahyang Rebutan jatuh pada bulan Agustus yang mengikuti kalender Imlek. “Ini adalah waktu di mana kita mengirimkan persembahan kepada leluhur melalui pembakaran,” jelasnya.

Terdapat tiga meja persembahan dalam upacara ini. Meja pertama dikhususkan untuk anggota keluarga yang telah meninggal dan dikenal oleh keturunan mereka. Meja kedua disiapkan untuk leluhur yang tidak dikenal atau tidak memiliki keluarga yang mengirimkan persembahan. Sementara itu, meja ketiga diperuntukkan bagi bayi yang gugur sebelum dilahirkan, atau yang dikenal dengan istilah “chit yek pan,” yang berarti mengirim persembahan pada bulan di mana pintu alam gaib terbuka.

Umat Tri Dharma berdoa sembari menyaksikan sesajian yang dibakar pada ritual Sembahyang Rebutan di Kelenteng Hong San Koo Tee, jl. Cokroaminoto Surabaya. (18/08/24) Minggu.

Pada tahun ini, total ada 265 miniatur rumah, teratai emas, teratai perak, koper berisi pakaian, kue, uang, susu, dan mainan untuk anak-anak yang meninggal. Semua persembahan ini kemudian dibakar setelah upacara sembahyang bersama dan doa-doa untuk para leluhur.

Sebelum pembakaran, miniatur-miniatur tersebut ditempatkan di atas kapal Naga, simbol perjalanan roh menuju alam baka. Selain itu, umat juga memberikan beras kepada pihak kelenteng untuk dibagikan kepada umat lainnya. Warga sekitar juga telah menerima bagian mereka pada hari sebelumnya.

“Harapan saya, kita sebagai manusia harus selalu ingat kepada leluhur kita,” tambah Erdiana, menekankan pentingnya melestarikan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah mendahului.

Upacara ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan wujud rasa hormat dan cinta kepada leluhur yang senantiasa dijaga oleh komunitas di Kelenteng Hong San Koo Tee.

 

(nugi)