Hukum  

Terlapor Bantah Dugaan Persekongkolan dalam Kasus PT Chiyoda Kogyo Indonesia

JAKARTA | Para Terlapor dalam Perkara Nomor 08/KPPU-L/2024 terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Persekongkolan untuk Mendapatkan Rahasia Perusahaan PT Chiyoda Kogyo Indonesia, secara tegas menolak Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) yang disampaikan oleh Investigator KPPU.

Penolakan ini disampaikan oleh Kuasa Hukum para Terlapor dalam Sidang Majelis yang digelar pada 19 Agustus 2024 di Kantor Pusat KPPU Jakarta.

Sidang yang dipimpin oleh Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha selaku Ketua Majelis Komisi, bersama Anggota KPPU Mohammad Reza dan Hilman Pujana sebagai Anggota Majelis Komisi, akan melanjutkan dengan penyusunan hasil Pemeriksaan Pendahuluan terkait tanggapan yang disampaikan oleh para Terlapor.

Kasus ini bermula dari laporan tentang dugaan pelanggaran Pasal 23 UU No. 5/1999 yang melibatkan persekongkolan dalam memperoleh rahasia perusahaan PT Chiyoda Kogyo Indonesia.

Tiga pihak terlapor dalam kasus ini adalah PT Maruka Indonesia (Terlapor I), Hiroo Yoshida (Terlapor II), dan PT Unique Solution Indonesia (Terlapor III). Terlapor II, yang merupakan mantan karyawan PT Chiyoda Kogyo Indonesia, kini menjabat sebagai Direktur di Terlapor III.

Dalam Paparan LDP sebelumnya, Investigator KPPU mengungkapkan bahwa PT Maruka Indonesia (Terlapor I) sebelumnya bekerja sama dengan PT Chiyoda Kogyo Indonesia untuk membuat mesin pesanan klien.

Pada saat itu, Terlapor II menjabat sebagai Direktur Teknik di PT Chiyoda Kogyo Indonesia. Pada 23 Juni 2020, Terlapor I mendirikan perusahaan baru (Terlapor III) dan menunjuk Terlapor II sebagai Presiden Direktur.

Diduga, melalui persekongkolan ini, pekerjaan yang sebelumnya ditangani oleh PT Chiyoda Kogyo Indonesia dialihkan ke Terlapor III, dengan beberapa pegawai PT Chiyoda Kogyo Indonesia yang pindah bekerja ke Terlapor III atas hasutan Terlapor II.

Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan Divisi Special Purpose Machine PT Chiyoda Kogyo Indonesia dari Rp112 miliar pada Desember 2019 menjadi Rp40 miliar pada Desember 2020, dengan dugaan kerugian sebesar Rp63 miliar.

Sidang berikutnya dijadwalkan pada 26 Agustus 2024 dengan agenda Penyerahan dan Pemeriksaan Daftar Alat Bukti berupa Saksi, Ahli, dan Dokumen dari pihak Terlapor. Untuk informasi lebih lanjut, jadwal sidang dapat diakses melalui tautan https://kppu.go.id/jadwalsidang/.

 

(nugi)