Dosen FK Unusa Ikuti Program Ilmuwan Muda di Melbourne, Bahas Potensi Kratom untuk Diabetes

Teks Foto : Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (FK Unusa), dr. Hotimah Masdan Salim, Ph.D,

SURABAYA | Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (FK Unusa), dr. Hotimah Masdan Salim, Ph.D, terpilih mengikuti program bergengsi Young Scientist Program 2024 (YSP2024) yang diselenggarakan oleh Federation of Asian and Oceanian Biochemists and Molecular Biologists (FAOBMB).

Kegiatan yang berlangsung di Melbourne, Australia, pada 21-26 September 2024 ini mempertemukan ilmuwan muda dari berbagai negara anggota FAOBMB untuk mempresentasikan penelitian mereka serta menjalin kolaborasi internasional.

Sebagai bagian dari YSP2024 Fellowship, dr. Hotimah memaparkan hasil penelitiannya mengenai ekstrak Mitragyna speciosa atau kratom yang telah diuji coba pada tikus sebagai pengobatan untuk diabetes. Ia menjelaskan bahwa kratom, tanaman yang tumbuh subur di Kalimantan Barat, berpotensi besar sebagai kandidat anti-diabetes mellitus.

“Saat mempresentasikan penelitian saya, sudah ada rencana kolaborasi untuk memperdalam mekanisme ekstrak Mitragyna speciosa pada tingkat proteomik,” ujar dr. Hotimah. Ia berharap melalui program ini, pemanfaatan kratom sebagai obat diabetes dapat lebih dikembangkan.

Selain dr. Hotimah, dua ilmuwan muda asal Indonesia lainnya yang juga terpilih adalah dr. Ariel Pradipta, M.Res, Ph.D, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Dr. Widiastuti Setyaningsih, S.T.P., M.Sc., dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Dalam pertemuan ini, para peserta juga mendapatkan kesempatan mengikuti berbagai sesi ilmiah dalam rangkaian kegiatan Biomolecular Horizons 2024 Congress.

Kratom, tanaman yang telah lama digunakan secara tradisional di Kalimantan, mengandung senyawa aktif seperti mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang berpengaruh pada reseptor opioid di otak, menghasilkan efek mulai dari pereda nyeri hingga stimulan, tergantung dosisnya.

Meski legal di Indonesia, BNN sedang mempertimbangkan untuk mengkategorikan kratom sebagai narkotika golongan I karena risiko penyalahgunaannya.