IYCTC Soroti Rapor Merah DPR dalam Kebijakan Pengendalian Rokok

JAKARTA | Pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024 menandai awal era baru bagi Indonesia. Masyarakat berharap pasangan pemimpin ini dapat memenuhi janji perubahan, dengan fokus pada kebijakan transparan yang berpihak pada kepentingan rakyat, terutama dalam menghadapi tantangan kesehatan publik seperti pengendalian konsumsi rokok.

“Pak Prabowo dan Pak Gibran menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan konsumsi rokok, yang telah menjadi persoalan serius bagi kesehatan dan ekonomi negara. Anggota Dewan terpilih juga harus mendukung kebijakan pro-kesehatan,” ujar Manik Marganamahendra, Ketua Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC).

Menurut Manik, pengendalian konsumsi rokok perlu menjadi perhatian bersama, terutama dengan pelantikan 580 anggota DPR yang kini memiliki fungsi kontrol atas pemerintah.

IYCTC sebelumnya melakukan pemetaan anggota DPR yang berpotensi memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok.

“Kami menemukan beberapa anggota DPR yang terkait langsung dengan industri rokok melalui bisnis, dukungan kampanye, atau kepentingan ekonomi lainnya. Informasi ini tersedia di website Pilihan Tanpa Beban, agar publik bisa mengakses rekam jejak wakil rakyat secara transparan,” kata Manik.

Program Manager IYCTC, Ni Made Shellasih, menyoroti kegagalan DPR sebelumnya dalam mendorong regulasi pengendalian rokok.

“Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023, yang seharusnya menjadi landasan penguatan pengendalian rokok, berulang kali mengalami hambatan. Kekuatan industri rokok sering kali memperlemah kebijakan yang seharusnya melindungi masyarakat,” jelas Shellasih.

Ia menambahkan bahwa indeks campur tangan industri rokok di Indonesia mencapai 84, tertinggi di Asia Tenggara, yang menunjukkan besarnya pengaruh industri ini dalam proses legislasi.

Manik menyimpulkan bahwa dampak rokok bukan hanya soal kesehatan, tapi juga ekonomi bangsa.

“Kerugian ekonomi dari konsumsi rokok mencapai ratusan triliun rupiah, termasuk biaya kesehatan dan penurunan produktivitas. Selama akses terhadap rokok mudah dan promosi masif, dampaknya akan terus membebani masyarakat,” ungkapnya.

Manik menegaskan bahwa kebijakan publik harus melindungi masyarakat luas, bukan menguntungkan segelintir pihak.

“Fungsi kontrol tiap lembaga negara harus berjalan sesuai mandat rakyat, bukan di bawah kendali industri,” tutupnya dengan penuh keyakinan.