Prabowo Perkenalkan Kabinet Baru, Pakar Unair Soroti Beban Anggaran dan Efektivitas

SURABAYA | Presiden Prabowo Subianto secara resmi memperkenalkan Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024). Langkah ini memecah beberapa kementerian dan memperluas struktur kabinet dengan total 48 menteri dan 56 wakil menteri, menjadikannya kabinet terbesar sejak era Reformasi. Tindakan ini menuai tanggapan dari sejumlah pakar, salah satunya dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga (UNAIR), Ali Sahab S.IP., M.Si.

Menurut Ali Sahab, pemecahan kementerian adalah langkah Prabowo untuk mengakomodasi berbagai kelompok politik dalam koalisinya. “Ini merupakan upaya merangkul semua kelompok, sehingga menciptakan stabilitas politik. Namun, dampaknya adalah jumlah kursi menteri yang bertambah akan berdampak pada anggaran dan berpotensi memicu konflik internal,” ujarnya.

Kabinet baru ini mencatatkan rekor jumlah kementerian setelah revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang menghapus batasan jumlah kementerian. Dengan aturan baru ini, Prabowo memiliki kebebasan untuk menambah kementerian sesuai kebutuhan politik atau ekonomi.

Ali Sahab turut menyoroti dampak anggaran atas penambahan posisi-posisi tersebut. “Dengan kondisi APBN yang semakin ketat, penghematan perlu diperhatikan,” jelasnya. Selain itu, ia mengingatkan potensi kewenangan yang tumpang tindih akibat pemecahan kementerian, yang bisa mengurangi efektivitas kinerja.

Di sisi politik, Ali Sahab melihat langkah ini sebagai strategi untuk memberi ruang kepada partai-partai koalisi agar merasa terwakili dalam pemerintahan. “Prabowo ingin semua pihak bersatu dalam membangun bangsa, tetapi kontrol dalam demokrasi tetap penting untuk menjaga keberpihakan kebijakan kepada rakyat,” tambahnya.

Keputusan ini mencerminkan keberanian Prabowo untuk memperluas kabinet, namun efektivitas pemerintahan akan diuji bukan hanya oleh jumlah menteri, tetapi juga oleh kesungguhan mereka bekerja bagi rakyat.