SURABAYA – Sebanyak 17 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) resmi diambil sumpahnya sebagai dokter pada Kamis (20/2). Mereka telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter selama dua tahun dan lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD), yang terdiri dari tes berbasis komputer (Computer-Based Test) dan Objective Structured Clinical Examination (OSCE).
Pengambilan sumpah ini merupakan yang ke-11 bagi Unusa, dengan total 187 dokter yang telah diluluskan sejak Fakultas Kedokteran berdiri. Para alumni tersebar di berbagai daerah, bahkan ada yang melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Dekan FK Unusa, Dr. dr. Handayani, M.Kes., mengungkapkan kebanggaannya atas pencapaian para lulusan. “Doakan kami dalam waktu dekat bisa meraih akreditasi unggul untuk FK Unusa. Ini akan menambah kepercayaan bagi institusi dan alumni,” ujarnya dalam keterangan tertulis,
Sejak 2023, Unusa telah mendapatkan status akreditasi unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), dengan lebih dari 80% program studi yang terakreditasi unggul. Saat ini, FK Unusa tengah menjalani proses reakreditasi program studi dan optimis akan mendapatkan hasil terbaik.
Di balik pencapaian 17 dokter baru ini, terdapat kisah perjuangan luar biasa yang penuh inspirasi. Berikut beberapa di antaranya:
Jalani Transplantasi Ginjal, Dandy Nyaris Gagal Jadi Dokter
Muhammad Dandy Rizaldi Putra, kelahiran Blitar 3 Desember 1995, hampir kehilangan mimpinya menjadi dokter akibat gagal ginjal yang ia derita pada 2018. Mahasiswa FK Unusa angkatan 2016 ini sempat harus menjalani cuci darah selama enam bulan hingga akhirnya cuti kuliah karena kondisinya terus menurun.
Proses transplantasi ginjalnya pun tidak mudah, hingga akhirnya sang ibu merelakan salah satu ginjalnya untuknya. Setelah operasi, kondisinya sempat kritis, tetapi dukungan keluarga dan kampus membuatnya bangkit kembali.
Pada awal 2021, Dandy melanjutkan kuliahnya meski harus bergabung dengan adik tingkatnya. Berkat ketekunan dan semangat juangnya, ia akhirnya dikukuhkan sebagai dokter. “Alhamdulillah, hari ini saya dikukuhkan menjadi dokter. Tadinya saya hampir menyerah, tetapi melihat perjuangan ibu, saya kembali bangkit,” ujar Dandy penuh haru.
Nadia Siap Mengabdi di Tanah Kelahiran
Nadia Hidayati, kelahiran Amuntai, Kalimantan Tengah, pada 3 Desember 1998, bertekad kembali ke daerah asalnya setelah lulus. Selama enam tahun, ia merantau ke Surabaya demi menempuh pendidikan di FK Unusa.
“Sempat ragu karena jauh dari keluarga, tetapi setelah berdiskusi dengan orang tua, saya yakin memilih FK Unusa karena nilai keislamannya yang kuat,” ungkap Nadia.
Kini, setelah menyandang gelar dokter, ia ingin mengabdi di Kalimantan yang masih kekurangan tenaga medis. “Saya ingin ilmu yang saya peroleh bisa bermanfaat untuk masyarakat di tanah kelahiran,” katanya.
Anin, Nakes Pertama di Keluarga
Anindhiya Pramita Kusuma atau Anin adalah anggota pertama di keluarganya yang berkarier di bidang kesehatan. Lahir dari keluarga wirausahawan, ia sempat ragu mengejar impiannya karena faktor biaya. Namun, dukungan penuh dari orang tua membuatnya tetap berjuang hingga akhirnya lulus sebagai dokter.
“Awalnya sempat ingin mengurungkan niat karena takut membebani orang tua, tapi mereka selalu mendukung. Saya bersyukur bisa menjadi tenaga kesehatan pertama di keluarga,” katanya.
Anin bercita-cita mengambil spesialis bedah dan juga ingin mendalami dunia estetika. “Setelah internship, saya ingin mengambil sertifikasi estetika dan bekerja di klinik kecantikan sambil mengumpulkan biaya untuk pendidikan spesialis,” jelasnya.
Dika, Relawan Sejak Mahasiswa
Dika Maulidya Sari atau Lidya, mahasiswa asal Sidoarjo, aktif dalam berbagai kegiatan sosial sejak masih kuliah. Ia bergabung dalam Tim Bantuan Medis (TBM) FK Unusa dan menjadi relawan di berbagai daerah, termasuk di Sumba Timur.
“Sejak 2017 saya aktif sebagai relawan. Pengalaman terakhir saya di Sumba Timur, membantu penyuluhan kesehatan dan medical checkup untuk masyarakat setempat,” tuturnya.
Bagi Lidya, menjadi dokter adalah takdirnya, meskipun ia sempat gagal masuk perguruan tinggi negeri. “Orang tua bilang, sudah di Unusa saja, karena memang ingin saya di sini,” ujarnya.
Alif, Dokter Muda yang Juga Berbisnis
Alif Af’al Al’Amien, lulusan SMA Taruna Nusantara, awalnya bercita-cita menjadi perwira militer. Namun, takdir membawanya ke dunia kedokteran, mengikuti jejak ibunya yang seorang bidan.
Selain menempuh pendidikan medis, Alif juga aktif di dunia bisnis. “Saya ingin membuktikan bahwa menjadi dokter tidak menghalangi untuk berkarya di bidang lain,” katanya.
Kini, setelah lulus, ia berencana mengembangkan bisnisnya sembari menjalani internship dan mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis.
Kisah-kisah inspiratif para dokter baru Unusa ini menunjukkan bahwa menjadi dokter bukan hanya soal kecerdasan akademik, tetapi juga tentang ketekunan, semangat juang, dan kepedulian terhadap sesama. Mereka adalah bukti bahwa mimpi bisa diwujudkan dengan kerja keras dan tekad yang kuat.