Denda Layanan BPJS Dinilai Beratkan Warga Kurang Mampu

PADANG LAWAS – Denda layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai sangat memberatkan masyarakat, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Bahkan, nominal denda yang dikenakan kerap melebihi jumlah tunggakan iuran yang sebelumnya dibayarkan peserta.

Hal ini disampaikan oleh Aminuddin Nasution, mantan pengurus Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sumatera Utara, yang didampingi Ketua Komunitas Kepemudaan Intelektual (KKI) Padang Lawas, Muhammad Arifin Hasibuan, pada Selasa, 20 Mei 2025.

Menurut Aminuddin, kasus terbaru dialami seorang pasien kurang mampu asal Ulu Aer, Marwan Hasibuan, yang didiagnosis mengalami cedera pembuluh darah otak disertai infark ringan oleh dokter di RSUD Sibuhuan. Karena keterbatasan fasilitas dan ketiadaan dokter spesialis saraf di rumah sakit tersebut, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Otak Prof. Dr. M. Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Senin, 19 Mei 2025.

“Namun, setelah mendapat perawatan, pihak layanan BPJS di RS M. Hatta justru mempermasalahkan status kepesertaan Marwan Hasibuan. Mereka menyatakan pasien harus melunasi denda layanan sebesar Rp4.437.000,” ujar Aminuddin.

Padahal, lanjutnya, sebelumnya keluarga pasien telah melunasi tunggakan iuran BPJS sebesar Rp4.337.000 melalui gerai Indomaret di Sibuhuan. “Anehnya, denda layanan justru lebih besar dari tunggakan iuran yang sudah dibayar. Ini sangat membebani keluarga pasien yang tidak mampu,” tambahnya.

Jika denda tersebut tidak dibayar, pasien harus menunggu hingga 3 Juli 2025 untuk kembali menggunakan layanan BPJS. Kondisi ini mempersulit akses kesehatan bagi warga miskin.

Kepala Cabang BPJS Kesehatan Sibuhuan, Juanda, saat dikonfirmasi, menjelaskan bahwa peserta atas nama Marwan Hasibuan dikenai denda layanan karena status kepesertaannya sempat menunggak.

“Perhitungannya adalah 5 persen dikalikan jumlah bulan tertunggak, lalu dikalikan biaya berdasarkan diagnosis penyakit. Peserta mandiri yang menunggak akan dikenai masa tunggu 45 hari setelah pelunasan untuk bisa kembali mengakses layanan BPJS,” jelas Juanda.

Sementara itu, A. Halim, salah satu anggota keluarga pasien, mengaku keterlambatan pembayaran iuran disebabkan beban premi yang dinilai terlalu berat.

“Terakhir kami gunakan BPJS tahun 2021. Diperkirakan kami menunggak tiga tahun. Sebelumnya, saat iuran masih Rp25.000 per orang, kami tidak pernah menunggak. Tapi sejak naik menjadi Rp35.000, sementara ada enam orang dalam satu keluarga, totalnya Rp210.000 per bulan. Kami tidak sanggup membayar, apalagi kebutuhan sehari-hari juga makin mahal,” ujarnya.

Ia berharap ada kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada rakyat kecil. “Jangan sampai denda BPJS justru menyerupai praktik rentenir. Ini pelayanan publik, bukan bisnis,” pungkasnya.