PADANG LAWAS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan kawasan hutan sosial di Kabupaten Padang Lawas, termasuk Perhutanan Sosial Hutabaru Siundol, hanya berdasarkan peta kawasan hutan yang tercantum di Kementerian, tanpa melalui kajian atau penataan lapangan terlebih dahulu.
Hal itu diungkapkan David, staf Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 7 Gunung Tua Unit Sosa, saat dikonfirmasi awak media pada Senin, 19 Mei 2025.
David menjelaskan, dirinya turut serta dalam survei awal sebelum diterbitkannya Surat Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) kepada Gapoktan Bukit Mas.
“Saat itu kami turun langsung ke lapangan untuk survei lokasi. Kami hanya berpedoman pada peta kawasan perhutanan sosial yang diajukan Gapoktan Bukit Mas untuk dijadikan hutan kemasyarakatan,” ujarnya.
David mengakui survei dilakukan tanpa kajian atau penelitian mendalam terkait asal-usul kawasan. Ia juga menyebut, timnya mengetahui ada pemukiman tua di lokasi tersebut, namun tidak mendalami aspek kearifan lokal.
“Kami tidak tahu bahwa pada 1997 pernah ada program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa) berupa penanaman karet satu hektare per kartu keluarga. Itu program Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, karena saat itu wilayah ini masih berada di bawah otorita Tapsel,” tambahnya. Ia menyarankan agar penjelasan lebih lanjut dikonfirmasi langsung ke KPH Gunung Tua.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Padang Lawas, Haidir, menyatakan pihaknya tidak mengetahui soal izin IUPHKm Gapoktan Bukit Mas.
“Kami tidak memiliki arsip atau dokumen terkait karena memang tidak dilibatkan dalam urusan kehutanan,” ujar Haidir.
Penetapan kawasan hutan seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang ini menyebut bahwa penunjukan kawasan hutan harus mempertimbangkan bebasnya kawasan dari hak-hak pihak ketiga, serta melalui pengukuran dan penataan yang jelas.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 3 Ayat 3 juga menyatakan bahwa “Hutan hak sebagaimana dimaksud dapat berasal dari masyarakat.”
Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) yang membidangi Daerah Aliran Sungai (DAS), Prof. Dr. Abdurrauf, saat dimintai tanggapan, menegaskan bahwa penetapan kawasan hutan seharusnya tidak hanya berdasarkan peta.
“Idealnya, penetapan kawasan dilakukan dengan kajian dan pemetaan menyeluruh. Kehadiran desa di dalam kawasan menjadi faktor utama untuk mengklasifikasikan kawasan itu sebagai Hutan Kemasyarakatan (HKm) atau Hutan Desa (HD),” ujar Abdurrauf.
Hal ini, menurut Regar, salah satu perwakilan masyarakat Desa Sosopan, penting menjadi perhatian Satuan Tugas Perhutanan Sosial (Satgas PKH) agar tidak terjadi tumpang tindih antara wilayah hutan negara dan tanah milik masyarakat. [L. Hasibuan]