ACEH TIMUR (INDONESIAKINI.id) – Mengutip dari Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Nomor 48/PUU-XVIII/2020, parliamentary threshold adalah ambang batas parlemen. Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen ini ialah syarat minimal perolehan suara yang harus diperoleh partai politik peserta Pemilu agar bisa diikutkan di dalam pembagian kursi.
Sosok Akademisi yang juga Ceo DE Entertainment, Darwin Eng menyebutkan Ketentuan parliamentary threshold bagi parpol tercantum dalam Pasal 414 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan MKRI.
Lalu, bagaimana jika parpol peserta Pemilu tidak memenuhi parliamentary threshold ? Darwin Eng menyebutkan hal ini tertuang pada Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Sedangkan terkait Sainte Lague, Darwin Eng menjelaskan “Sainte Lague” adalah metode yang digunakan untuk menentukan jumlah kursi yang diperoleh partai politik berdasarkan perolehan suara nasional. Hal ini sejalan dengan penjelasan yang ada dalam buku ‘Mengungkap Kedahsyatan Fungsi IF dan VLOOKUP Microsoft Office Excel’ karya Johar Arifin, bahwa Sainte Lague merupakan salah satu metode perhitungan perolehan suara untuk menentukan kursi di parlemen.
Metode Sainte Lague ini dikemukakan oleh Andre Sainte-Lague, seorang matematikawan asal Perancis pada tahun 1910.
Perlu digaris bawahi bahwa Metode Sainte Lague telah diatur dalam undang-undang, tepatnya pada Pasal 415 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan MKRI.
Metode Sainte Lague terbagi dua bagian, pertama (Metode Sainte Lague Murni), dimana metode ini bilangan pembaginya dimulai bilangan utuh 1, sedangkan dampak dari metode ini sangat menguntungkan bagi partai besar, tidak bagi partai kecil.
Kedua (Metode Sainte Lague Modifikasi), dimana metode yang kedua ini bilangan pembaginya dimulai bilangan 1,4. Baru kemudian masing-masing dilanjutkan kelipatan bilangan ganjil 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Dampak dari metode yang kedua ini menguntungkan bagi partai kecil, tidak bagi partai besar.
Nah, Parliamentary Threshold Dan Metode Sainte Lague ini ialah penentu yang harus diraih parpol peserta pemilu agar tembus menuju parlemen.
Darwin Eng mengatakan, Seiring berkembang Medsos dikalangan masyarakat sebagai informasi Instan yang mudah diakses oleh 90 persen komponen masyarakat menjadi hal yang sangat mudah dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan opini yang tidak sesuai dengan fakta dan data tertentu.
Dengan perkembangan Medsos yang membara saat ini, banyak dari akun medsos berita dan semacamnya atau ada juga dari akun yang diketahui milik para Caleg tersindiri menerbitkan hasil real count yang mengklaim bahwa ia menang atau meraih perolehan suara terbanyak.
Lanjutnya, Jika ditelusuri hasil real count yang dikeluarkan tersebut, tidak berdasar dengan Parliamentary Threshold Dan Metode Sainte Lague, sungguh sayang jika hal ini terpapar luas di kalangan masyarakat, karena hal yang semacam ini terbilang pembodohan semata.
Darwin Eng menyebutkan, “Jangan Bodohi Rakyat Dengan Hoax Real Count Yang bertebaran Di Medsos,” sebut Darwin Eng secara tegas.
Darwin Eng berharap Agar kita masyarakat lebih-lebih masyarakat yang suka dengan politik tentu kita harus paham dengan Parliamentary Threshold Dan Metode Sainte Lague, Agar tidak mudah terbodohi dan menelan berita hoax terkait real count yang dikeluarkan secara tidak berdasar yang bertebaran di medsos atau ditempat lainnya.
“Terhadap peserta pemilu jangan terus-menerus masyarakat dicekoki kebodohan dengan informasi yang tidak normatif, masak negara demokrasi sebobrok ini, Indonesia negara demokrasi jelas ada aturan mainnya” cetus Darwin Eng.
Menurut Darwin Eng, Dalam Sistem Pemilu, Penyelenggara Pemilu ada tanggung jawab selain menyelenggarakan pemilu yang bersih juga ada tanggung jawab mengawasi peserta pemilu agar tatanan demokrasi di negara ini bukan hanya isapan jempol, dan sepatutnya bagi penyelenggara pemilu lebih ikut serta memaparkan hal yang berkaitan dengan Parliamentary Threshold Dan Metode Sainte Lague, agar pemahaman kecerdasan tumbuh terhadap kalangan masyarakat.
Begitu pula pengawasan terhadap peserta pemilu juga diperkenan diketatkan agar peserta pemilu tidak segitu mudah melakukan hal yang dapat membodohi elemen masyarakat.
“Penyelenggara Pemilu untuk bekerja semaksimal mungkin, setidaknya uang negara yang dikeluarkan untuk proses keberlangsungan pemilu dapat bermanfaat terhadap negara ini, bukan hanya menghambur-hamburkan uang tapi pemilu malah gagal” tutup Darwin Eng.