Kepri  

Kapal Tanpa SPB di Jembatan 6 Barelang Bebas Bawa Barang dari Kawasan FTZ Batam

Kapal tanpa SPB (Port Clearance) bermuatan barang-barang dari kawasan FTZ Batam yang akan berangkat dari Pelabuhan Jembatan 6 Akau Barelang.

BATAM (INDONESIAKINI.id) – Kapal yang tidak memiliki Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau Port Clearance dari Syahbandar bebas mengangkut barang-barang dari kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) Batam.

Seperti yang terjadi di Pelabuhan Jembatan 6 Barelang, Kota Batam atau biasa disebut dengan pelabuhan Akau.

Di pelabuhan Akau terpantau aktivitas kapal tanpa SPB (Port Clearance) dengan sangat bebas mengangkut barang-barang dari kawasan FTZ untuk dibawa keluar Kota Batam.

Adapun muatan kapal kayu tanpa SPB tersebut, antara lain sembako, gas LPG 3 kg dan barang-barang elektronik.

Kapos Syahbandar Wilayah Barelang, Artony mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah menerbitkan SPB atau Port Clearance kapal-kapal yang mengangkut barang dari Pelabuhan Jembatan 6 Barelang, Kota Batam, selain Pelabuhan Tang Bong Hong di Pulau Nguam, Kecamatan Galang Baru.

“Setahu saya di jembatan 6 yang ada izinnya cuma Tang Bong Hong di Pulau Nguam. Sementara pelabuhan yang tidak ada izin, tidak kita kasih clearance (SPB),” kata Artony menjawab konfirmasi IndonesiaKini.id, Kamis (30/5/2024).

Barang-barang yang diduga kuat elektronik dari kawasan FTZ Batam yang bakal dimuat ke kapal tanpa SPB di Pelabuhan 6 Akau Barelang.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, menjelaskan setiap kapal yang berlayar wajib memiliki surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar.

Pasal 323, Ayat (1), Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Sementara dalam Ayat (2) juga menjelaskan dengan jelas, perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan kapal sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, maka akan diberikan sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Untuk Ayat (3), menjelaskan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan kapal sehingga mengakibatkan kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

Seperti diketahui, sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Free Trade Zone (FTZ) membuat Batam berbeda dari daerah lain pada umumnya.

Pengenaan pajak bagi barang yang keluar dari Batam tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Pemasukan dan pengeluaran barang dari KPBPB Batam juga tercantum di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

(IndonesiaKini.id)