Taiwan Dorong Partisipasi di Interpol Demi Perangi Kejahatan Internasional

Teks Foto : Director General TETO Surabaya Isaac Chiu. (ist)

SURABAYA | Taiwan semakin mengintensifkan upaya untuk bisa berpartisipasi dalam Interpol, organisasi internasional yang mengoordinasikan kerja sama kepolisian lintas negara. Berdasarkan Pasal 2 Konstitusi Interpol, tujuan utama organisasi ini adalah untuk memperkuat kerja sama global dalam memerangi kejahatan lintas batas. Taiwan menilai partisipasinya dalam Interpol akan mendukung penegakan hukum global yang lebih efektif.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, kejahatan kini semakin kompleks, melibatkan jaringan lintas batas, penyembunyian identitas, dan penggunaan arus keuangan virtual. Situasi ini menjadikan seluruh negara dan rakyatnya rentan menjadi korban kejahatan lintas negara. Oleh karena itu, Taiwan menekankan perlunya kerja sama kepolisian internasional dalam berbagi informasi dan melawan kejahatan transnasional.

Paspor Taiwan saat ini memiliki akses bebas visa ke lebih dari 100 negara, namun sejumlah kejahatan terdeteksi menggunakan paspor Taiwan secara tidak sah. Hal ini mengakibatkan pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Taiwan yang bukan anggota Interpol tidak dapat berbagi data penting dengan negara lain, sehingga penjahat memanfaatkan celah ini untuk menyebarkan kejahatan menggunakan identitas palsu.

Taiwan memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi kejahatan lintas negara, termasuk dalam penanganan penipuan telekomunikasi, perdagangan narkoba, keamanan dunia maya, kejahatan terorganisir, dan kontra-terorisme. Walaupun siap berkontribusi dalam menjaga keamanan global, Taiwan terbatas karena tidak memiliki akses ke data intelijen Interpol.

Sebagai contoh, pada tahun ini, Taiwan bekerja sama dengan kepolisian Indonesia dalam mengungkap sindikat kejahatan di Bali. Kerja sama ini menegaskan pentingnya kolaborasi untuk menghadapi kejahatan lintas negara, yang membuktikan bahwa kolaborasi internasional dapat menekan ruang gerak pelaku kejahatan.

Upaya untuk memasukkan Taiwan dalam Interpol mendapat dukungan internasional. Pada 30 April 2024, Bonnie Glaser, Direktur Program Asia di German Marshall Fund, dan Jacque DeLisle, seorang ahli hukum, menulis bahwa Resolusi PBB No. 2758 tidak relevan dengan argumen “Satu Tiongkok”.

Kemudian, pada 27 Juni, Australian Strategic Policy Institute (ASPI) mempublikasikan artikel Dr. John Coyne yang menekankan pentingnya Taiwan dalam penegakan hukum global, terutama dalam memerangi perdagangan manusia dan kejahatan transnasional lainnya.

Menurut Dr. Coyne, Taiwan memiliki kemampuan penegakan hukum yang kuat dan telah berperan besar dalam memerangi kejahatan lintas batas. Namun, tanpa akses data intelijen Interpol, efektivitas Taiwan dalam menjaga keamanan global terbatas. Memberikan status pengamat Interpol kepada Taiwan diyakini akan memperkuat keamanan internasional dan menegakkan keadilan.

Taiwan menyerukan dukungan negara-negara lain untuk mendukung kehadirannya sebagai pengamat dalam Sidang Umum Interpol mendatang. Dengan demikian, Taiwan berharap dapat bergabung dalam jaringan kerja sama internasional untuk bersama-sama memerangi kejahatan lintas negara, termasuk dengan Indonesia yang selama ini menjadi mitra penting dalam berbagai operasi keamanan.