Daerah, NTT  

Gugatan Pilkada di Provinsi NTT Tahun 2024 ke MK Bertambah Menjadi 10, Semakin Seru

Ilustrasi. (Ist)

SIKKA – Perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Pilkada 2024 semakin memanas.

Pantauan awak media INDONESIAKINI.id, dari laporan awal yang mencatat hanya 7 daerah yang menggugat hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), kini jumlah tersebut bertambah menjadi 10.

Gugatan-gugatan ini menandakan dinamika demokrasi yang hidup, tetapi juga membuka diskusi tentang integritas dan kualitas penyelenggaraan Pilkada.

Gelombang Gugatan di NTT

Gugatan diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati dari berbagai daerah di Provinsi NTT, mulai dari Manggarai Barat hingga Sabu Raijua.

Data terbaru menunjukkan bahwa selain 7 daerah yang telah lebih dulu mengajukan gugatan, tiga kabupaten baru, yakni Alor, Sikka, dan Sabu Raijua, turut bergabung dalam daftar panjang perselisihan hasil Pilkada 2024.

Daftar Kabupaten dengan Gugatan ke MK:

1. Manggarai Barat – Digugat oleh Cristo Mario Y. Pranda dan Richardus Tata Sontani.

2. Belu – Digugat oleh dr. Agustinus Taolin dan Yulianus Tai Bere.

3. Rote Ndao – Digugat oleh Vicoas Trisula Bhakti Amalo dan Bima Theodorianus Fanggidae.

4. Sumba Barat – Digugat oleh Agustinus Niga Dapawole dan John Lado Bora Kabba.

5. Sumba Barat Daya – Digugat oleh Fransiskus Marthin Adilalo dan Jeremia Tanggu.

6. Flores Timur – Digugat oleh Y.A.T Lukman Riberu dan Zakarias Paun.

7. Timor Tengah Selatan (TTS) – Digugat oleh Egusem Piether Tahun dan Johan Christian Tallo.

8. Alor – Digugat oleh Imanuel Ekadianus Blegur dan Lukas Reyner Atabuy.

9. Sikka – Digugat oleh Suitbertus Amandus dan Robertus Ray.

10. Sabu Raijua – Digugat oleh Simon Petrus Dira Tome dan Dominikus Dadi Lado.

Mengapa Gugatan Terus Bertambah?

Penambahan jumlah gugatan ini menunjukkan dua hal utama, yaitu ketatnya persaingan politik lokal dan keberanian para calon untuk menggunakan mekanisme hukum.

Setiap gugatan diajukan dengan dalih adanya dugaan pelanggaran atau kejanggalan dalam proses pemilu, mulai dari dugaan kecurangan saat rekapitulasi suara hingga pelanggaran administratif.

Namun, hal ini juga mengundang pertanyaan besar tentang integritas proses penyelenggaraan Pilkada di NTT.

Apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat kabupaten/kota telah bekerja maksimal? Ataukah ada celah dalam sistem yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan?

Dampak Gugatan terhadap Stabilitas Politik Lokal

Gugatan PHPKADA ini memiliki dampak besar terhadap stabilitas politik lokal.
Di satu sisi, proses hukum di MK memberikan ruang bagi para calon untuk mendapatkan keadilan. Namun, di sisi lain, perselisihan yang berlarut-larut bisa menciptakan ketidakpastian politik dan menunda pelaksanaan program kerja kepala daerah terpilih.

Bagi masyarakat, situasi ini dapat menimbulkan kebingungan dan bahkan potensi konflik horizontal di lapangan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menghormati proses hukum dan memastikan bahwa keputusan MK diterima dengan baik.

Refleksi untuk Masa Depan Pilkada

Kasus bertambahnya gugatan ini menjadi pelajaran penting bagi pelaksanaan Pilkada di masa depan.

Penyelenggara pemilu perlu meningkatkan transparansi dan profesionalisme agar kepercayaan publik terhadap hasil pemilu semakin kuat.

Di sisi lain, para calon dan pendukungnya juga harus siap menerima hasil dengan jiwa besar, selama prosesnya berjalan jujur dan adil.

Hingga berita ini dirilis, tercatat gugatan sengketa PHP Pilkada 2024 dari seluruh Indonesia mencapai 313 permohonan. Dari 313 permohonan tersebut, 241 merupakan sengketa Pilkada Bupati dan Wakil Bupati, 49 sengketa Wali Kota dan Wakil Wali Kota, serta 23 permohonan sengketa Pilgub 2024. (Gelvani)