Aktivitas PETI Membawa Dampak Buruk Bagi Lingkungan di Hulu Sungai

KETAPANG – Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Alas Kusuma, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, kini menjadi masalah besar bagi masyarakat setempat.

Lokasi tambang emas ilegal terletak di perbukitan Desa Riam Dadap yang sulit dipantau, bahkan warga setempat menyebut aktivitas tersebut sebagai ancaman terhadap kearifan lokal mereka.

Untuk mencapai lokasi tambang, warga harus melewati jalan setapak yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dari desa, dilanjutkan dengan perjalanan kaki sekitar tiga kilometer (3 km) menembus hutan tropis. Sesampainya di lokasi, terlihat gubuk-gubuk atau bagan yang berjejer, tempat para pekerja menambang emas dengan peralatan seadanya.

Pekerjaan PETI tersebut dilakukan dengan metode tradisional. Para penambang memecah batu menggunakan palu dan pahat besi. Batu yang mengandung emas kemudian diangkat dengan derek mesin dan diolah di mesin gelondongan. Proses pengolahan emas ini dilakukan dengan mencampurkan batu dengan merkuri untuk memisahkan emas dari batuan. Hasilnya, emas setengah padat yang kemudian dilebur dan dijual kepada cukong besar di Ketapang.

Seorang warga Desa Riam Dadap, Heri, mengatakan bahwa mayoritas pekerja di tambang tersebut bukan berasal dari desa mereka, melainkan pendatang dari Pulau Jawa, terutama Tasikmalaya. Mereka diorganisir oleh pemodal besar yang mengendalikan aktivitas PETI di daerah tersebut.

“Para pekerja berasal dari Tasikmalaya, dikoordinir oleh bos berinisial A dan O. Mereka sudah sangat terampil dalam menggali lubang untuk mencari emas,” kata Heri kepada awak media.

Namun, kegiatan aktivitas PETI membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Hutan adat yang sebelumnya menjadi sumber hidup warga kini rusak parah. Sungai yang dulunya menjadi tempat mencari ikan, kini tercemar oleh limbah merkuri dari proses pengolahan emas.

“Dulu kami bisa mencari kayu, buah-buahan, dan hewan di hutan, tapi sekarang semuanya rusak. Sungai pun sudah tak bisa lagi kami andalkan untuk mencari ikan,” ujarnya.

Kondisi ini semakin memperburuk kehidupan warga setempat. Mereka merasa kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tambang emas ilegal.

Terkait adanya aktivitas PETI tersebut, Kepolisian Sektor (Polsek) Sandai, IPDA Muhammad Ibnu Saputra, mengungkapkan bahwa penindakan terhadap aktivitas PETI di wilayahnya memerlukan koordinasi dengan Polres Ketapang.

“Hal ini disebabkan oleh medan yang sulit dan akses lokasi yang cukup jauh, sehingga dibutuhkan kendaraan khusus untuk membawa personel dan barang bukti,” ungkapnya saat dikonfirmasi awak media, Kamis (23/01/2025).

Ibnu Saputra menjelaskan bahwa Polsek Sandai telah menyiapkan langkah awal untuk menanggulangi masalah PETI dengan memberikan himbauan kepada para penambang sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut.

“Kami akan memberi himbauan lebih dahulu kepada para penambang sebelum melakukan penindakan. Penanganan masalah ini membutuhkan kerja sama yang solid antara Polsek dan Polres Ketapang guna memastikan upaya pemberantasan PETI berjalan efektif dan aman,” pungkasnya.

(Sukardi-KalBar)