Kasus Mafia Tanah di Tambak Oso Sidoarjo, Ribuan Massa Tuntut Kejari Kembalikan Hak Milik

Teks : (tengah) Andi Fajar Yulianto, Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur sekaligus kuasa hukum pemilik lahan (kanan) Miftahur Roiyan saat diwawancarai awak media, (10/02/25) Senin pagi di tengah-tengah 1.100 massa pendemo yang berkumpul di Jl. Gajah Putih, Tambak Oso Sidoarjo bersiap bergerak menuju Kantor Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Sidoarjo. (Foto:Nugi/Indonesiakini.id)

SIDOARJO – Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur memadati lahan seluas 98.468 meter persegi di RT 9, RW 3, Tambak Oso, Sidoarjo, Senin (10/2).

Sebanyak 1.100 orang dari berbagai daerah, termasuk Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, berkumpul untuk menyuarakan tuntutan mereka. Aksi ini dilakukan untuk mendesak pengembalian hak kepemilikan tanah kepada Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, yang menurut mereka telah menjadi korban praktik mafia tanah.

Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur sekaligus kuasa hukum pemilik lahan, Andi Fajar Yulianto, menegaskan bahwa tuntutan ini memiliki dasar hukum yang kuat.

Ia mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam perkara perdata No. 245/Pdt.G/2019/PN.Sda yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Selain itu, perkara ini juga telah melalui proses hukum pidana dengan putusan No. 236/Pid.B/2021/PN.Sda, Jo. 873/PID/2021, Jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 32 K/Pid/2022, hingga Putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 21PK/Pid/2023, yang semuanya telah inkrah.

Dugaan Manipulasi dalam Transaksi Tanah

Fajar mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari transaksi jual beli tanah yang dilakukan secara tidak wajar. Awalnya, lahan tersebut disepakati dijual dengan harga Rp225 miliar. Namun, karena pihak pembeli tidak mampu melunasi pembayaran, transaksi akhirnya dibatalkan.

Pada saat pembatalan, pemilik tanah diminta untuk menandatangani dokumen di hadapan notaris. Namun, tanpa disadari, notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diduga menyisipkan formulir lain yang turut ditandatangani oleh pemilik tanah.

“Yang lebih parah, untuk mengelabui korban, proses penandatanganan dilakukan dalam dua hari yang berbeda. Padahal, pemilik tanah hanya hadir satu kali di kantor notaris,” beber Fajar.

Lebih lanjut, Fajar juga mengungkap bahwa setelah transaksi dibatalkan, pemilik tanah menerima tiga sertifikat hak milik (SHM). Namun, setelah dicek di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo, sertifikat tersebut ternyata tidak terdaftar secara resmi. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini.

Sertifikat Beralih ke PT Kejayan Mas

Fakta mengejutkan lainnya adalah pembayaran yang diterima pemilik tanah hanya sebesar Rp43,7 miliar, jauh dari nilai transaksi yang disepakati. Namun, tanpa sepengetahuan pemilik lahan, sertifikat hak milik atas tanah tersebut tiba-tiba berubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Kejayan Mas.

“Seluruh rangkaian manipulasi ini sudah terbukti di pengadilan dan menjadi dasar dalam perkara pidana yang telah inkrah,” tegas Fajar. Ia merinci bahwa dalam putusan pengadilan, tiga sertifikat yang kini berada di bawah nama PT Kejayan Mas adalah sebagai berikut:

1. SHGB No. 415 atas nama PT Kejayan Mas dengan luas 4.033 meter persegi.

2. SHGB No. 414 dengan luas 36.694 meter persegi.

3. SHGB No. 413 dengan luas 57.741 meter persegi.

Massa Geruduk Kejari Sidoarjo, Tuntut Eksekusi Putusan

Setelah menggelar aksi di lokasi lahan, massa kemudian bergerak menuju Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo untuk menyampaikan tuntutan mereka.

“Kami datang ke sini bukan untuk bernegosiasi, tetapi untuk menagih hak kami yang masih ditahan oleh Kejaksaan,” seru Fajar di hadapan ratusan demonstran.

Ada tiga tuntutan utama yang disampaikan kepada Kejari Sidoarjo:

1. Menegakkan hukum secara adil dan tegas, karena bukti perkara pidana dalam kasus ini sudah jelas dan tidak terbantahkan.

2. Melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkrah, dengan mengembalikan tanah kepada pemilik sah, yakni Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah.

3. Mengusut tuntas praktik mafia tanah, yang selama ini merugikan banyak masyarakat.

Fajar juga menekankan bahwa Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo harus segera menyerahkan tiga sertifikat tersebut kepada pemilik sahnya.

“Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika dalam waktu dekat tuntutan kami tidak dipenuhi, maka kami akan kembali dengan jumlah massa yang lebih besar, bisa 10 hingga 20 kali lipat dari yang hadir hari ini,” ancamnya.

Aksi demonstrasi ini berakhir dengan massa meninggalkan lokasi secara tertib, tetapi mereka menegaskan akan terus memperjuangkan hak mereka hingga keadilan benar-benar ditegakkan.