Riau  

Siapa Dalang di Balik Tumbuhnya Besi dan Beton Dalam Hutan Produksi Terbatas Dumai?

DUMAI – Penggunaan kawasan hutan tanpa izin pelepasan hutan untuk industri merupakan tindak pidana kehutanan. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. Hal ini tertuang dalam Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada Pasal 36 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp7.500.000.000.

Masih ingat dengan berita proses hukum yang dihadapi seorang terdakwa di Kota Dumai? Media Indonesiakini.id pernah merilisnya: https://indonesiakini.id/2025/02/07/berkebun-sawit-dalam-hutan-berujung-pidana/.

Dalam observasi dan analisis yang dilakukan Tim Internal dan Eksternal Forum Masyarakat Lingkungan (FORMALIN) Riau, ditemukan banyak masalah di Kota Dumai. Salah satunya adalah dugaan berdirinya beton dan besi di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).

Koordinator Internal FORMALIN, Mangantar Pane menyampaikan, jika dalam kawasan hutan tumbuhnya tanaman hutan atau tanaman bukan hutan masih dapat dikatakan lumrah dan keterlanjuran. “Namun, bagaimana jika beton dan besi bisa ‘tumbuh’ dalam kawasan hutan? Apakah ini masih dianggap wajar dan keterlanjuran? Seperti data petunjuk yang kita miliki saat ini, PTM diduga melakukan pembangunan untuk kegiatan industrinya di kawasan hutan. Data petunjuk awal dapat dilihat dari https://bhumi.atrbpn.go.id/peta,” kata Ucok, sapaan akrabnya.

“Siapa dalang di balik berdirinya bangunan di dalam kawasan hutan tersebut?” imbuh Ucok.

Inilah yang menjadi pertanyaan besar, di antaranya:

1. Siapa yang menerbitkan izin lokasi dan lingkungan?

2. Siapa yang melepaskan kawasan hutan?

3. Berapa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pelepasan kawasan HPT tersebut?

4. Atas dasar apa PBB-P2 ditagih menjadi pendapatan daerah?

5. Mengapa tidak ada penindakan atas penguasaan hutan tanpa izin dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup?

Semua akan terjawab jika pihak yang berwenang mau membuka diri dan mengklarifikasi atau mengonfirmasi hal tersebut seterang-terangnya kepada publik. Namun, jika masih menutup diri, maka wajar tagar #IndonesiaGelap juga berlaku di Kota Dumai.

“Insyaallah, isu ini akan kita buka seterang-terangnya. Jika nanti ada pihak-pihak yang tidak menginginkan isu ini dibuka, maka kita akan menindaklanjutinya melalui proses hukum, baik dalam bentuk Tata Usaha Negara (TUN), perdata, maupun pidana. Selain itu, kita sudah sepakat akan menyampaikan laporan terkait observasi dan analisis ini kepada pemerintah daerah, pusat, serta aparat penegak hukum,” tegas Ucok.

Dengan telah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, serta dibentuknya Satgas Penertiban Kawasan Hutan oleh Presiden Prabowo, peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sangat terkait erat dengan hak atas lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah dilindungi dalam Konstitusi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah amandemen, ketentuannya dirumuskan dalam Pasal 28H ayat (1) yang menegaskan:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

(Armen/Emen)