KUPANG – Rencana relokasi warga Pulau Kera, yang terletak di Desa Uiasa, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kupang baru-baru ini menarik perhatian serius dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perkumpulan Orang Same-Bajau Indonesia (POSBI).
Warga Pulau Kera menolak rencana tersebut dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap langkah Pemda Kupang untuk merelokasi mereka.
Menurut data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kupang, saat ini Pulau Kera dihuni oleh 105 kepala keluarga (KK) dengan total 422 jiwa. Mayoritas penduduknya berasal dari suku Bajau, yang sejak tahun 1912 telah mendiami pulau tersebut dan menggantungkan hidup sebagai nelayan.
Rencana relokasi ini disebut-sebut berkaitan dengan upaya Pemda Kupang untuk mengembangkan Pulau Kera menjadi destinasi wisata berbasis proyek wisata atau menjadikannya taman nasional.
Ketua DPP POSBI, Erni Bajau, menegaskan bahwa pihaknya telah menyuarakan keberatan terhadap rencana relokasi ini sejak 2022 dalam forum yang melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Namun, isu relokasi ini kembali mencuat dan semakin memanas di bulan Ramadan ini,” ujar Erni.
POSBI Pusat telah berkoordinasi dengan pengurus DPW POSBI Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk merumuskan langkah strategis dalam menyikapi situasi ini. Salah satu langkah awal adalah menggelar Focus Group Discussion (FGD) secepat mungkin dengan melibatkan masyarakat Pulau Kera.
“FGD ini akan kami siarkan secara langsung melalui Facebook dan YouTube. Harapannya, ada perhatian dari berbagai pihak terkait nasib saudara-saudara kita di Pulau Kera,” tambahnya.
Erni menegaskan bahwa POSBI menolak segala bentuk relokasi yang merugikan masyarakat Pulau Kera. Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat Bajau, baik di NTT maupun secara nasional, untuk menyatakan sikap menentang kebijakan tersebut.
Dalam upaya memperkuat gerakan, isu ini telah disampaikan kepada Majelis Dewan Pemikir POSBI, termasuk Ketua Dewan Kehormatan, Surya Tjandra (mantan Wakil Menteri ATR/BPN), serta Anggota Dewan Penasihat DPP POSBI, Hatta Taliwang.
“Jika situasi semakin mendesak, saya bersama Ketua POSBI NTT siap turun langsung ke Pulau Kera untuk mendampingi masyarakat dalam mediasi dengan Pemda setempat,” ungkap Erni.
Ia juga mengajak seluruh anggota POSBI dan masyarakat luas untuk memberikan dukungan, baik secara moral maupun material. Selain itu, peran media, baik jurnalis maupun sosial media, sangat dibutuhkan dalam menyebarluaskan informasi terkait gerakan ini.
Dalam pernyataannya, DPP POSBI menegaskan beberapa poin tuntutan kepada pemerintah:
1. Mendesak pemerintah agar tidak melakukan relokasi warga Pulau Kera.
2. Jika Pulau Kera akan dijadikan destinasi wisata, masyarakat Bajau harus dilibatkan dalam proyek tersebut.
3. Keunikan budaya, adat istiadat, serta potensi masyarakat Bajau Pulau Kera harus diakui sebagai bagian dari daya tarik wisata.
4. Destinasi wisata yang baik adalah yang melibatkan masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata.
“Ini adalah perjuangan untuk saudara-saudara kita di Pulau Kera. Kehadiran dan peran kita sangat dibutuhkan dalam memperjuangkan hak-hak mereka,” pungkas Erni. (Dirham)