Diduga Salah Satu Oknum Wartawan Terlibat dalam Pusaran PETI, Dunia Jurnalis Tercoreng

KETAPANG – Beberapa hari terakhir, hangat tersebar pemberitaan di media online terkait aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

PETI diduga telah beroperasi secara bebas selama dua tahun. Kuat dugaan terjadi pembiaran oleh PT WHS, sehingga penegakan hukum pun dipertanyakan. Diduga, H oknum wartawan dari salah satu media online terlibat dalam pusaran PETI tersebut. Ia diindikasikan telah “diamankan” oleh Big Bos PETI berinisial AC, warga Ketapang, agar tidak lagi mempublikasikan pemberitaan terkait.

Sebelumnya, media tempat H bekerja sempat mempublikasikan berita edisi 13 April 2025 berjudul “Diduga Ac**g Terlibat di Balik Maraknya Aktivitas PETI di Lokasi Keruing.” Namun, mirisnya, tautan berita tersebut kini sudah tidak dapat diakses (404), diduga telah dihapus oleh H sendiri.

Sebelum “diamankan” oleh AC yang dikenal sebagai Big Bos PETI di lokasi Keruing, Desa Pematang Gadung, dan Km 21, Desa Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, H diketahui sangat aktif dalam pemberitaan dan terkesan menggebu-gebu.

Masyarakat berharap Satgas PKH bersama aparat penegak hukum (APH) Kalbar segera bertindak. Namun, setelah adanya dugaan intervensi dari AC, H menarik seluruh pemberitaan terkait. Ada apa sebenarnya?

Menariknya, aktivitas PETI di lokasi Keruing dan KM 21 juga diduga menjadi lahan bisnis pungutan liar (pungli) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadi.

Menurut Beni Hardian (52), warga Ketapang, profesi wartawan seharusnya taat hukum karena memiliki mandat sebagai kontrol sosial dan penjaga konstitusi berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Masih banyak wartawan yang bekerja dengan tulus menyuarakan hak-hak masyarakat. Jangan karena segelintir oknum, kemudian semua wartawan dipandang sama oleh publik,” ungkap Beni.

Kepada aparat penegak hukum, Beni berharap agar segera mengambil langkah tegas terhadap pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi dan kelompok dengan cara merusak alam, melanggar hukum, serta membawa-bawa jabatan atau profesi untuk kepentingan tertentu.

“Penegak hukum di Kabupaten Ketapang maupun di tingkat Provinsi Kalimantan Barat, baik Gakkum maupun Polda Kalbar, harus merespons persoalan ini. Jika tidak, patut diduga mereka turut menikmati aliran dana koordinasi,” tegas Beni kepada awak media, Rabu (16/4/2025).

Yayat Darmawi, Koordinator Lembaga Tim Investigasi dan Analisis Korupsi, saat dihubungi via WhatsApp menyampaikan, “Lingkaran setan tambang ilegal atau PETI ini sangat loyalis karena siklus kejahatannya saling mendukung satu sama lain.”

Menurut Yayat, kejahatan tambang ilegal di Kalimantan Barat sudah berlangsung lama dan menggurita karena hasilnya dinikmati oleh para kroni. Mereka saling melindungi, bahkan menjadi garda terdepan saat usaha ilegal mereka terancam.

“Ilegal tambang alias PETI tidak memberikan manfaat bagi pendapatan negara. Justru merugikan dari berbagai aspek. Pertanyaannya, mengapa aparat penegak hukum belum mampu memberantas secara komprehensif dan masif aktivitas PETI di Kalimantan Barat, khususnya di Desa Keruing, Kabupaten Ketapang?” tutup Yayat.

(Sukardi)