Jatim  

RGTC Ungkap Ada Tiga Kabupaten di Jatim Belum Punya Regulasi Pengendalian Rokok

SURABAYA | Research Group Tobacco Control (RGTC) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) menyebut hingga kini masih ada 3 kabupaten di Jawa Timur yang masih belum memiliki regulasi terkait pengendalian produk hasil tembakau, termasuk Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Ketua RGTC FKM Unair, Santi Martini mengatakan saat ini sudah hampir 80% dari 514 kota/kabupaten di Indonesia telah memiliki regulasi terkait pengendalian tembakau baik itu berupa Perda, SK Bupati/Walikota maupun Peraturan Walikota (Perwali) atau Peraturan Bupati (Perbup).

“Nah di Jawa Timur, dari 38 kota/kabupaten, yang belum punya Perda itu ada 3 daerah yakni Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Ponorogo yang saat ini masih dalam proses,” katanya di sela-sela seminar pengendalian rokok & peresmian website RCTC FKM Unair, Rabu (24/1/2024).

Meski begitu, lanjutnya, jumlah tersebut sudah menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah paham bagaimana dampak dari paparan asap rokok terhadap kesehatan. Mengingat sakit yang disebabkan oleh paparan asap rokok ini berpotensi menyedot anggaran di level provinsi dan BPJS Kesehatan, hingga di level belanja keluarga.

“Jika sakit pasti ada shifthing biaya keluarga yang mau tidak mau harus dipakai untuk berobat dan perawatan,” ujarnya.

Menurut Santi, keberadaan regulasi saja tidak cukup tanpa penegakannya. Dari penelitian yang dilakukan RGCT Unair, didapati tingkat penegakan regulasi masih belum optimal dan sering kali ditemukan puntung rokok dan asbak di lokasi KTR.

“Yang jadi perhatian itu, sesudah punya Perda adalah penegakannya. Ini yang harus kita jaga, karena tidak sekedar punya peraturan tapi bagaimana kondisinya, misal dana anggaran (cukai) yang bisa digunakan untuk membantu kegiatan penegakan. Kita akan bantu Pemda bagaimana menggunakan cukai rokok untuk penerapan Perda KTR,” jelasnya.

Ia juga menggarisbawahi, Perda KTR sendiri sebenarnya bukan melarang orang untuk merokok tetapi mengatur dan mengendalikan, sebab dampak dari asap rokok tidak hanya menyasar perokok itu sendiri tetapi juga orang di sekitarnya.

“Jadi itu yang diatur adalah kawasannya, seperti sarana kesehatan, sarana pendidikan, area bermain anak, tempat ibadah, transportasi publik, tempat kerja, dan tempat lainnya. Sementara kalau orang mau merokok ada tempatnya sendiri di ruang khusus merokok,” tegasnya.

Santi menambahkan, Jatim sendiri punya banyak industri hasil tembakau yang melimpah. Seharusnya, dana bagi hasil cukai tembakau bisa dimanfaatkan lebih optimal untuk pengendalian rokok di Jatim.

“Kegiatan seminar ini menjadi bagian dari tugas kita di instiusi pendidikan yang tidak hanya mengajar, meneliti, tapi juga melakukan pengabdian kepada masyarakat serta bagaimana masyarakat bisa meningkatkan literasinya, pengetahuannya sehingga meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan,” tutupnya.

(nugi)