PKJS-UI Evaluasi Kebijakan Pengendalian Rokok Era Jokowi: Masih Banyak Tantangan yang Harus Diatasi

JAKARTA | Sepuluh tahun telah berlalu sejak era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, di mana banyak produk kebijakan dikeluarkan untuk mendukung pengendalian rokok di Indonesia. Komitmen Presiden Jokowi untuk meningkatkan kualitas hidup dan sumber daya manusia (SDM) dihadapkan pada tantangan besar, terutama masifikasi perilaku hidup tidak sehat seperti merokok. Hal ini diperburuk oleh lemahnya penegakan aturan dan kurangnya kesatuan visi pemerintah.

Studi oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) berjudul “Dinamika Kebijakan Pengendalian Rokok di Indonesia: Evaluasi Era Presiden Joko Widodo Tahun 2014-2024” menemukan bahwa kebijakan pengendalian rokok yang diterapkan belum sepenuhnya efektif, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Meskipun Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan diundangkan sebagai terobosan, penerapan dan pengawasan kebijakan tersebut masih banyak memiliki kekurangan.

Aryana Satrya, Ketua PKJS-UI, mengungkapkan bahwa ketimpangan dalam penegakan hukum dan lemahnya sanksi bagi pelanggar menjadi kendala utama. Ia menekankan perlunya evaluasi berkelanjutan untuk memastikan kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Beberapa poin penting yang diungkapkan Aryana antara lain:

– Evaluasi dan efektivitas aturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) serta kebijakan cukai menjadi isu utama. PP No. 28 Tahun 2024 diharapkan bisa membawa inovasi dalam pengendalian rokok.

– Kebijakan terkait pengendalian rokok selama 2014-2024 belum optimal, dan kenaikan cukai setiap tahun dianggap belum agresif.

– Implementasi kebijakan pengendalian rokok membutuhkan political will yang kuat dari pemerintah.

Tantangan eksternal, seperti lobi politik industri rokok dan bantuan Corporate Social Responsibility (CSR), juga menjadi hambatan. Skor Tobacco Industry Interference (TII) index di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 84.

Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, menyatakan bahwa kebijakan pengendalian rokok di era Jokowi masih jauh dari berhasil. Ia menyoroti hubungan erat antara pemerintah dan industri rokok, yang terlihat dari pembukaan banyak pabrik rokok baru.

Faisal Basri, Pakar Pengendalian Rokok, menekankan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat belum memadai. Ia berharap pemerintahan mendatang, di bawah kepemimpinan Prabowo, akan lebih tegas dalam mengatasi intervensi industri rokok.

Arief Rosyid dari Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran berkomitmen untuk memperbaiki kebijakan yang belum optimal dan memastikan implementasi PP Kesehatan No. 28/2024 berjalan efektif.

Dr. Benget Saragih dari Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa tantangan dalam pengendalian rokok memerlukan kerja sama antar kementerian.

Dari sisi fiskal, Sarno dari Kementerian Keuangan menekankan pentingnya kombinasi kebijakan fiskal dan non-fiskal untuk mengendalikan konsumsi rokok.

Netty Prasetiyani, Anggota DPR, mengingatkan bahwa implementasi kebijakan pengendalian rokok memerlukan keseriusan dari semua pemangku kepentingan.

Dengan hasil studi ini, diharapkan ada perbaikan dalam implementasi aturan pengendalian rokok di bawah kepemimpinan presiden terpilih, untuk melindungi dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.