SURABAYA | Sebanyak 3.544 Mahasiswa Baru (Maba) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dikukuhkan pada Senin (9/9) siang di Dyandra Convention Hall, Surabaya, dalam upacara yang menghadirkan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat sebagai pengisi kuliah perdana, menandai dimulainya masa perkuliahan bagi para mahasiswa baru.
Acara ini menjadi momen penting bagi para mahasiswa baru yang diterima melalui berbagai jalur seleksi di Unusa. Mereka terdiri dari mahasiswa program vokasi, akademik, dan profesi dari lima fakultas. Yang lebih istimewa, di antara ribuan mahasiswa baru tersebut, terdapat penerima beasiswa dari berbagai program, baik dari pemerintah maupun lembaga donor, termasuk Unusa sendiri.
Beasiswa yang disalurkan kepada mahasiswa baru Unusa mencakup Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Afirmasi Nahdliyin, Beasiswa Medcom, serta Beasiswa Santri Berprestasi yang difasilitasi oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan. Kehadiran para penerima beasiswa ini menjadi kebanggaan bagi Unusa, yang berkomitmen membuka akses pendidikan tinggi berkualitas bagi semua kalangan, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial namun berprestasi.
Dalam sambutannya, Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., menyatakan bahwa pemberian beasiswa ini merupakan bagian dari misi sosial Unusa untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak bangsa dalam mendapatkan pendidikan. “Pendidikan adalah hak setiap orang, dan Unusa berkomitmen untuk tidak hanya memberikan pendidikan berkualitas, tetapi juga memfasilitasi mahasiswa yang membutuhkan melalui beasiswa. Kami berharap para penerima beasiswa ini dapat menjadi generasi muda yang berkontribusi besar bagi bangsa dan negara,” jelas Prof. Jazidie.
Prof. Jazidie juga menegaskan pentingnya beasiswa sebagai wujud nyata dalam mendukung visi Unusa menjadi universitas yang mencetak lulusan cerdas akademis serta memiliki kepedulian sosial tinggi. “Kami mendidik mahasiswa untuk peduli dan mau berkontribusi bagi masyarakat. Beasiswa ini adalah salah satu wujud nyata dari cita-cita tersebut,” tambahnya.
Dalam pengukuhan ini, Prof. Jazidie menyampaikan pesan khusus kepada seluruh mahasiswa baru, terutama para penerima beasiswa, untuk tidak hanya fokus pada prestasi akademik tetapi juga peduli terhadap isu-isu sosial di sekitarnya. “Mahasiswa Unusa diharapkan menjadi motor penggerak perubahan di masyarakat. Dengan fasilitas dan dukungan yang diberikan, kami berharap kalian menjadi generasi yang mandiri, kreatif, dan memiliki kepedulian sosial tinggi,” ujar Prof. Jazidie.
Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS), badan pengelola Unusa, Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh DEA, berpesan agar mahasiswa bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, baik dalam cara belajar maupun menghadapi dosen. Ia juga menyampaikan tiga nasihat penting: selalu berdoa untuk kedua orang tua dan para dosen, membaca sholawat, serta bersedekah atau berinfaq. “Tiga hal ini harus dilaksanakan dalam keadaan lapang maupun sempit, dan kalian juga harus bersiap menjadi pembelajar sejati,” katanya.
Keberadaan para penerima beasiswa di Unusa tidak hanya menguntungkan individu, tetapi juga menunjukkan bahwa pendidikan dapat menjadi sarana transformasi sosial. Universitas berupaya memperluas cakupan beasiswa agar semakin banyak anak bangsa yang bisa menikmati pendidikan tinggi berkualitas tanpa terhalang keterbatasan ekonomi.
Dengan dikukuhkannya 3.544 mahasiswa baru ini, Unusa berharap angkatan 2024 dapat menjadi generasi produktif dan inovatif, sesuai dengan tantangan era digital dan transformasi masyarakat 5.0. Prof. Jazidie menambahkan bahwa mahasiswa harus menguasai teknologi dan kemampuan adaptasi tinggi untuk bersaing di dunia kerja maupun menjadi wirausaha sukses.
Terkait digitalisasi, Unusa sejak 2017 telah memberikan kepada setiap mahasiswa baru perangkat tablet pembelajaran e-sorogan yang digunakan selama proses belajar di Unusa.
Acara pengukuhan ini diakhiri dengan ikrar mahasiswa yang dipimpin oleh Wakil Rektor I Unusa, Prof. Kacung Marijan, Ph.D. Mereka berjanji menjalani pendidikan dengan tanggung jawab dan dedikasi, serta siap berkontribusi positif bagi kampus dan masyarakat. Prosesi penyematan almamater kepada perwakilan mahasiswa baru dan penyerahan tablet pembelajaran menjadi simbol dimulainya perjalanan akademik mereka di Unusa.
Penerima Beasiswa: Dukungan Keluarga Menambah Semangat
Para penerima beasiswa menyatakan bahwa dukungan keluarga menjadi faktor penyemangat mereka dalam meraih beasiswa dan melanjutkan studi. Siti Hidayah, penerima beasiswa KIP-K yang diterima di Prodi S1 Manajemen, adalah salah satu dari mereka. Perempuan kelahiran Surabaya, 2 Maret 2005, berasal dari keluarga sederhana, dengan ayahnya, Kambyah, yang bekerja sebagai pedagang soto dan ibunya, Muntamah, seorang ibu rumah tangga.
Siti menunjukkan tekad kuat untuk melanjutkan pendidikan meski kondisi ekonomi keluarga terbatas. “Motivasi saya adalah keyakinan bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencapai impian dan tujuan karier saya,” ujar Siti. Ia percaya bahwa usaha dan doa akan membuka jalan kesuksesan, dengan inspirasi dari sosok B.J. Habibie yang menjadi panutannya.
Meski berasal dari keluarga dengan keterbatasan finansial, Siti bersyukur atas dukungan penuh dari orang tuanya. “Orang tua saya mendukung sepenuhnya keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan, memberikan kebebasan bagi saya mengejar apa yang saya impikan,” katanya.
Siti merasa beruntung mendapat dukungan moral tidak hanya dari keluarga tetapi juga dari guru-guru di sekolah dan teman-temannya. “Selama proses seleksi beasiswa, saya banyak dibantu oleh guru dan teman yang selalu mendukung,” ungkapnya.
Ke depannya, Siti berharap dapat memanfaatkan beasiswa ini dengan sebaik-baiknya, unggul secara akademik dan aktif dalam kegiatan non-akademik, serta berkontribusi bagi kampus dan masyarakat. “Saya ingin membanggakan kampus dan orang-orang yang mendukung saya,” tambahnya.
Melina Yunita, penerima Beasiswa Santri Berprestasi di Prodi S1 Bahasa Inggris, juga memiliki kisah inspiratif. Perempuan kelahiran Paok, Lombok Timur, ini berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, Marwan, bekerja di Kalimantan, dan ibunya, Murniati, mengelola warung kecil di rumah.
Meski kondisi ekonomi keluarga terbatas, Melina tetap optimis. “Motivasi terbesar saya berasal dari orang tua yang berharap saya bisa meraih gelar dan membawa harapan bagi keluarga,” ujar Melina. Ia berusaha keras meraih beasiswa agar dapat melanjutkan pendidikan tanpa membebani orang tuanya.
Dukungan dari pondok pesantren juga memainkan peran penting dalam semangat belajarnya. “Pondok pesantren sangat mendukung, mulai dari pemberkasan hingga kelas khusus belajar kitab,” jelasnya. Melina berharap bisa memanfaatkan beasiswa ini sebaik-baiknya dan memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Siti Hidayah dan Melina Yunita adalah contoh bahwa semangat belajar, dukungan keluarga, dan lingkungan dapat membawa seseorang melangkah jauh, meski dalam keterbatasan. Semangat mereka patut dijadikan inspirasi bagi generasi muda yang bercita-cita meraih pendidikan tinggi dan mengubah nasib keluarga serta masyarakat di masa depan.