PADANG LAWAS – Pemerintah Padang Lawas seyogianya wajib menggugat hak kelola lahan 47000 hektar atas eksekusi fisik yang dilakukan pemerintah. Jangan delik ambisi BUMN yang notabenya kita khawatirkan lebih menyampingkan hak daerah. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Padang Lawas (Lakpesdam PC NU) yang juga ketua Parsadaan Marga Pulungan Padang Lawas kepada wartawan di Pasar Sibuhuan, 29-04-2025.
Pengelolaan lahan seluas 47000 hektar ini seharusnya wajib melibatkan daerah. Bukan semata-mata gila kelolah BUMN. Dimana otonomi Daerah yang sebenarnya ? Sedikit-sedikit pusat, kesal Amran yang sering dipanggil Ampul.
Menurutnya, ketika dilakukan eksekusi fisik, seyogianya melibatkan hak pemilik wilayah notabenya Bupati Padang Lawas. “Kalau pemerintah mau mensejahterakan rakyat seharusnya memberi ruang kepada daerah untuk mengelola daerahnya sehingga pendapat asli daerah (PAD) meningkat dan bisa memberi kesejahteraan kepada daerahnya. Bukan malah gila kelola BUMN”. Amran mengisahkan keberadaan BUMN daerah Padang Lawas ada PTPN II dan PTPN IV. Keberadaan BUMN ini seperti belum memberi manfaat untuk kesejahteraan masyarakat diPadang Lawas. “Habis PTPN IV, jalannya saja tidak bisa diperbaiki, konon memberi dividen kepada kabupaten Padang Lawas”.
Masuk lagi BUMN yang bergerak dalam perkebunan PT. Agrinas Palma Nusantara. Rasanya, semakin jauh dari harapan untuk mensejahterakan rakyat ketika pihak BUMN pengelolah kekayaan Alam di Padang Lawas.
Padang Lawas ini sepertinya banyak kasus sengketa tanah yang belum terselesaikan karena berbagai masalah. Apalagi persoalan wilayah register 40 yang sekarang dinyatakan kawasan hutan. Seharusnya ini perlu dikaji ulang. Kita takut adanya tumpang tindih kepemilikan wilayah.
Oleh karena perlu melakukan rapat koordinasi pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. ” Yang pertama dibahas masalah kebijakan pertanahan di wilayah Padang Lawas, seperti tumpang tindih lahan sawit HGU dengan kawasan hutan. Kedua membahas tentang tata ruang, ketika banyak orang atau perusahaan yang menanam sawit, dulunya sudah ada HGU, tiba-tiba di kemudian hari masuk kawasan hutan atau yang belum memiliki HGU dan kawasan tanah Ulayat masyarakat Padang Lawas. Ketiga perlunya ada ruang pengelolaan lahan perkebunan kepada daerah yang dijadikan sebagai BUMD (perkebunan daerah). Keempat, bagaimana Dividen (pembagian hasil) dengan daerah oleh BUMN dan perusahan Swasta yang masuk ke wilayah Padang Lawas notabenya mengantongi izin usaha dari Pemerintah Pusat, jelas Ampul.
Kesemua kajian ini menjadi pertimbangan yang seyogianya dibahas untuk kesejahteraan, karena menyangkut berbagai persoalan, mulai dari pengelolaan lahan, persoalan HGU dan tumpang tindih kawasan, pengelolaan lahan plasma kepada masyarakat sekitarnya. Amran juga menambahkan, perlu ada kebijakan yang merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dan upaya mewujudkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya agraria di daerah. Ia juga mengingatkan bahwa implementasi seluruh agenda ini memerlukan kerja sama yang solid antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.