SURABAYA | Jawa Timur berhasil mencatatkan inflasi tahunan sebesar 1,51% sepanjang 2024, jauh di bawah target nasional sebesar 2,5% ± 1%. Pencapaian ini mencerminkan keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola tekanan ekonomi, meskipun ada tantangan besar seperti fluktuasi harga komoditas dan dampak iklim.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Zulkipli, kinerja positif tersebut tidak lepas dari koordinasi yang solid dalam pengendalian inflasi di tingkat provinsi, meskipun sejumlah komoditas tetap menjadi pemicu kenaikan harga.
“Dampak el nino yang memengaruhi produksi padi, serta lonjakan harga cabai merah, bawang merah, dan tomat, menjadi tantangan utama. Selain itu, kenaikan harga emas dunia juga turut memberikan tekanan tambahan pada tingkat inflasi,” ujarnya pada Kamis (2/1/2025).
Berdasarkan data BPS, dari 11 kota yang digunakan dalam penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK), Sumenep mencatat inflasi tahunan tertinggi sebesar 1,97%, sementara Bojonegoro memiliki inflasi terendah sebesar 1,14%.
Inflasi bulanan di Jawa Timur untuk Desember 2024 tercatat sebesar 0,46%, sedikit melampaui rata-rata nasional yang berada di angka 0,44%. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi bulanan dengan kontribusi 0,40%. Secara spesifik, Bojonegoro mencatat inflasi bulanan tertinggi di provinsi ini sebesar 0,58%, sedangkan Probolinggo mencatatkan angka terendah, yaitu 0,28%.
“Kenaikan harga cabai merah hingga 61,33% dan cabai rawit sebesar 20,01% menjadi faktor dominan yang mendorong inflasi di bulan Desember,” tambah Zulkipli.
Dalam rentang lima tahun terakhir, inflasi Jawa Timur umumnya tetap berada dalam target nasional, meskipun terdapat pengecualian pada 2020 dan 2022 akibat dampak pandemi Covid-19 serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Komoditas seperti beras, angkutan udara, serta emas dan perhiasan menjadi faktor penyumbang inflasi yang terus berulang. Namun, stabilitas ekonomi tetap terjaga, dan Jawa Timur berhasil menempati peringkat ke-19 dari 38 provinsi dalam tingkat inflasi tahunan secara nasional,” jelasnya lebih lanjut.
Pemerintah daerah berharap capaian ini menjadi inspirasi bagi wilayah lain dalam mengelola inflasi secara efektif tanpa menekan daya beli masyarakat. Selain itu, sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat terus diperkuat agar inflasi tetap terkendali meski menghadapi tantangan global.
Dengan keberhasilan ini, Jawa Timur menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif dalam pengelolaan ekonomi mampu menghasilkan stabilitas yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.