BPS Jatim: Penurunan Kemiskinan Bukti Efektivitas Program Pemerintah

Teks : Tangkapan layar streaming press release BPS Jawa Timur pada Rabu, 15 Januari 2025. (Dok: YouTube BPS Provinsi Jawa Timur)

SURABAYA | Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada September 2024 tercatat sebanyak 3,893 juta orang, berkurang sebanyak 89 ribu orang dibandingkan Maret 2024. Persentase kemiskinan turun menjadi 9,56%, lebih rendah 0,23 poin persen dibandingkan sebelumnya. Data ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Zulkipli, dalam jumpa pers yang digelar Rabu (15/1/2025).

Zulkipli menjelaskan bahwa penurunan angka kemiskinan terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan. “Di perkotaan, persentase kemiskinan turun dari 7,12% menjadi 6,83%. Sementara di perdesaan, turun dari 13,30% menjadi 13,19%,” ungkapnya.

Garis Kemiskinan (GK) pada September 2024 tercatat sebesar Rp547.751 per kapita per bulan, meningkat 2,17% dibandingkan Maret 2024. Komoditas makanan tetap menjadi faktor dominan dengan kontribusi 76,08% terhadap GK. Beras menyumbang porsi terbesar, yakni 22,68% di perkotaan dan 25,73% di perdesaan.

Rokok kretek filter menempati posisi kedua dengan kontribusi 9,94% di perkotaan dan 8,91% di perdesaan. Selain itu, komoditas seperti daging ayam, telur ayam, tempe, dan tahu juga memberikan pengaruh signifikan terhadap garis kemiskinan. Di sektor non-makanan, pengeluaran untuk perumahan, bensin, listrik, dan pendidikan menjadi penentu utama.

Penurunan angka kemiskinan ini tidak terlepas dari terkendalinya inflasi pada September 2024 sebesar 1,73% (y-on-y), serta deflasi sebesar 0,38% selama periode Maret hingga September 2024.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang mencapai 4,91% pada Triwulan III 2024 turut menjadi faktor penting. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 4,88% pada Agustus 2023 menjadi 4,19% pada September 2024.

Namun, tantangan masih ada, terutama dengan penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 2,09% menjadi 116,61 pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdesaan masih memerlukan perhatian khusus, terutama dalam inovasi di bidang pertanian.

Keberhasilan ini menjadi bukti nyata dari efektivitas program pengendalian inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan konsumsi masyarakat. Namun, Zulkipli mengingatkan pentingnya kesinambungan program pemberdayaan masyarakat miskin, terutama di perdesaan yang tingkat kemiskinannya masih lebih tinggi dibanding perkotaan.

“Meskipun ada perbaikan, tantangan masih ada. Kita perlu terus mendorong inovasi di sektor pertanian dan memastikan akses yang lebih merata terhadap kebutuhan dasar,” tutup Zulkipli.

Penurunan angka kemiskinan ini menunjukkan arah yang positif, tetapi upaya bersama dari berbagai pihak tetap diperlukan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat Jawa Timur secara menyeluruh.