TANGERANG – Terulang kembali di kabinet Presiden Prabowo Subianto, di mana orang kepercayaannya yang diangkat untuk membantu menjalankan tugas pemerintahan, malah mengolok-olok profesi LSM dan wartawan.
Sebelumnya, Gus Mifta juga sempat mengolok-olok profesi tukang es dan akhirnya mengundurkan diri dari Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kini, Menteri Desa kembali melontarkan komentar negatif terhadap dua profesi, LSM dan wartawan.
Yandri Susanto, selaku Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), dalam sebuah video yang beredar, dinilai telah mencederai profesi LSM dan wartawan.
“Yang paling banyak mengganggu kepala desa itu LSM dan wartawan Bodrex, karena mereka mutar itu, hari ini minta Rp 1 juta, bayangkan kalau 300 desa Rp 300 juta. Bayangkan kalah gaji Kemendes, itu kalah gaji menteri, dapat Rp 300 juta itu. Oleh karena itu, pihak kepolisian dan kejaksaan mohon ditertibkan dan ditangkapi saja itu, pak Polisi, LSM dan wartawan Bodrex yang mengganggu kerja para kepala desa itu,” ujar Mendes dalam video yang beredar.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari Syamsul Bahri, Ketua Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Banten. Menurutnya, ucapan Mendes sangat menyakitkan hati para wartawan dan LSM.
“Ucapan tersebut sangat tidak pantas diucapkan oleh Menteri Desa, karena profesi itu sangat mulia. Dengan ucapannya itu, saya yakin semua LSM dan wartawan di Indonesia merasa tersakiti,” ujar Syamsul Bahri, Minggu (2/2/2025).
Syamsul menjelaskan bahwa seluruh wartawan telah dilengkapi dengan surat tugas dan kartu pers sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
“Jika Menteri Desa tidak senang dengan oknum LSM dan oknum wartawan, saya menyarankan agar beliau menggunakan istilah ‘oknum’ untuk merujuk pada individu,” jelasnya.
Menurut Syamsul, pernyataan Menteri Desa tersebut sangat merugikan reputasi profesi jurnalistik. Oleh karena itu, dirinya menekankan pentingnya untuk menghargai kerja wartawan yang telah menjalankan tugasnya dengan baik.
“Tidak ada wartawan Bodrex. Penting untuk membedakan antara wartawan dan LSM yang profesional dengan mereka yang mungkin menyalahgunakan posisi mereka. Dengan ini, kami menegaskan bahwa tidak ada wartawan yang dapat disebut ‘Bodrex,’ merujuk pada wartawan yang tidak profesional,” tegasnya.
Sebagai pejabat publik, Menteri Desa seharusnya lebih berhati-hati dalam berbicara.
“Wartawan itu dilindungi oleh Undang-Undang yang mengatur profesinya, sehingga penting untuk tidak menggeneralisasi atau mencemarkan nama baik seluruh profesi hanya karena tindakan segelintir individu. Pejabat publik, termasuk Menteri Desa, diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata saat berbicara tentang wartawan. Menggunakan istilah ‘oknum’ lebih tepat untuk merujuk pada individu yang melakukan pelanggaran,” kata Syamsul.
(Zefferi)