BOGOR – Program Perhutanan Sosial melalui skema Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) di Kabupaten Bogor bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan.
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor telah melakukan pendampingan terhadap Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dalam pengajuan Kulin KK, dengan total luas areal sekitar 800 hektare pada tahun 2021.
Salah satu contohnya adalah LMDH Puncak Lestari, yang telah mendapatkan izin pengelolaan seluas 610,64 hektare. Lahan tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan objek wisata serta budidaya kopi Arabika sebagai bagian dari upaya meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
Namun, program ini menuai perhatian dari aktivis lingkungan. Zefferi, perwakilan LSM Matahari di Sekretariat Cibinong, Kabupaten Bogor, menyampaikan keprihatinannya terkait dugaan alih fungsi lahan dalam implementasi Kulin KK. Menurutnya, alih fungsi yang tidak terkendali dapat berdampak negatif terhadap ekosistem dan meningkatkan risiko bencana alam.
“Data menunjukkan bahwa lebih dari 1.000 hektare lahan perkebunan teh di kawasan Puncak Bogor telah mengalami alih fungsi. Hal ini berkontribusi pada peningkatan risiko bencana seperti banjir,” ujarnya, Sabtu (8/3/2025).
Menanggapi permasalahan ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah meminta penghentian aktivitas alih fungsi lahan di kawasan Puncak.
Ia menegaskan bahwa kepentingan konservasi lingkungan harus diutamakan dibandingkan eksploitasi ekonomi semata. Selain itu, ia berencana memanggil jajaran PTPN dan Perhutani untuk membahas langkah-langkah konkret dalam menjaga keseimbangan lingkungan di Jawa Barat.
Penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa program Kulin KK dilaksanakan sesuai dengan prinsip keberlanjutan, tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Pengawasan ketat dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, serta organisasi lingkungan diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan hutan dan pelestarian ekosistem.
(Asia Pujiono)