MAKI Jatim: Tuduhan Mangkir KPK ke Gubernur Khofifah Cuma ‘Serangan Balik’

Teks : MAKI Jatim menanggapi isu mangkirnya Gubernur Khofifah dari panggilan KPK saat sesi konferensi pers di Hotel Harris Convention, Surabaya, (03/07/25) Kamis. (Foto:Nugi/Indonesiakini.id)

SURABAYA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur angkat bicara soal kabar yang menyebut Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan ini muncul terkait penyelidikan hibah legislatif DPRD Jatim dan hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

MAKI Jatim menggelar konferensi pers di Harris Hotel Surabaya untuk menanggapi isu yang berkembang terkait hibah pemerintah daerah, termasuk menyebut nama Gubernur Khofifah secara langsung.

Berita viral tentang ketidakhadiran Khofifah pada panggilan KPK tanggal 21 Juni 2025, ternyata disebabkan karena Gubernur sedang menghadiri wisuda putranya di University of Peking, China. MAKI Jatim menegaskan bahwa permohonan penundaan sudah diajukan pada 18 Juni 2025.

Ketua MAKI Jatim, Heru Satrio, menyayangkan munculnya berbagai isu negatif yang terkesan sengaja dibuat untuk menyudutkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan menjelekkan Khofifah.

“Gubernur tidak mangkir, beliau sudah mengajukan permohonan penundaan secara resmi. Nantinya, beliau akan mengungkap empat nama yang dianggap sebagai dalang kasus ini, lengkap dengan bukti tanda tangan resmi dari penerima hibah,” jelas Heru di depan awak media, Kamis (3/7/2025).

Menanggapi pemberitaan miring di media sosial seperti Instagram dan TikTok, kuasa hukum MAKI Jatim, Ronald Cristoper, mengaku sedang mendalami dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Kami akan pelajari titik-titik yang mengarah pada pelanggaran Pasal 28 ayat 2 UU ITE, yang mengatur soal penyebaran informasi yang memicu kebencian dan permusuhan. MAKI berencana melaporkan kasus ini ke polisi,” ujarnya.

Pasal 28 ayat 2 UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi elektronik yang bersifat provokatif dan memicu permusuhan dapat dikenai sanksi hukum.

Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, juru bicara KPK Budi Prasetyo mengumumkan bahwa KPK tengah menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana hibah Pokmas dari APBD Jatim tahun anggaran 2021-2022.

Pemeriksaan dilakukan di Kantor BPKP Jawa Timur terhadap tiga saksi, yakni ABM dan FA dari kalangan swasta serta MH dari DPRD Jawa Timur.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan 21 tersangka yang terbagi menjadi 4 penerima dan 17 pemberi dana hibah selama periode 2019-2022. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Jubir KPK Tessa Mahardhika menjelaskan pada 12 Juli 2024 bahwa sprindik terkait dugaan tindak pidana korupsi pengurusan dana hibah telah diterbitkan sejak Juli 2024. Dari 21 tersangka tersebut, 4 merupakan penyelenggara negara penerima, sementara 17 lainnya adalah pemberi yang sebagian besar berasal dari pihak swasta.

Sahat Tua Simanjuntak sendiri divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya pada September 2023 atas kasus suap dana hibah senilai Rp 39,5 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan KPK yang meminta hukuman 12 tahun penjara. Selain pidana penjara, Sahat juga dikenai denda Rp 1 miliar dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 39,5 miliar.