Hukum  

KPPU Naikkan Kasus Dugaan Monopoli AC AUX ke Sidang Majelis Komisi

JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi meningkatkan penanganan dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam penjualan pendingin udara (air conditioner/AC) merek AUX ke tahap Sidang Majelis Komisi. Kasus ini melibatkan sejumlah pelaku usaha asing yang diduga melakukan tindakan yang merugikan mitra distribusi di Indonesia.

“Saat ini kasus tersebut telah siap masuk ke tahap Sidang Majelis Komisi. Peningkatan status tersebut ditetapkan dalam Rapat Komisi yang berlangsung pada 12 November 2025 di Jakarta,” ujar Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur.

Deswin menjelaskan, perkara ini melibatkan tiga Terlapor, yakni Ningbo AUX Electric Co., Ltd (AUX Electric), Ningbo AUX IMP. & EXP. Co., Ltd (AUX Exim), dan PT Teknologi Cipta Harapan Semesta (TCHS).
AUX Electric merupakan bagian dari AUX Group, konglomerat global asal Tiongkok yang berdiri sejak 1986 dan bergerak di sektor pengembangan, produksi, serta penjualan sistem HVAC. Sementara AUX Exim fokus pada aktivitas ekspor-impor produk AC dan perangkat pendukung HVAC. Adapun TCHS adalah distributor sekaligus manufaktur sistem pendingin yang kini menjadi distributor eksklusif AUX Air Conditioning di Indonesia.

Deswin memaparkan bahwa dugaan pelanggaran bermula dari pemutusan kerja sama secara sepihak oleh AUX Electric dan AUX Exim terhadap PT Berkat Elektrik Sejati Tangguh (PT BEST), yang selama dua dekade telah memasarkan dan membangun pasar merek AUX di Indonesia. “Selama bertahun-tahun tersebut, PT BEST berperan besar memperkenalkan dan mengembangkan pemasaran AC AUX hingga diterima konsumen,” ujarnya.

Pemutusan kerja sama terjadi pada 2024 setelah PT BEST mengalami berbagai hambatan bisnis yang pada akhirnya mematikan operasionalnya dalam menjual produk AC merek AUX. Setelah pemutusan tersebut, AUX Group menunjuk perusahaan baru, PT Teknologi Cipta Harapan Semesta (TCHS), sebagai mitra distribusi eksklusif.

Berdasarkan rangkaian peristiwa tersebut, KPPU menilai telah terdapat alat bukti yang cukup terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, khususnya mengenai hambatan kegiatan usaha yang dialami PT BEST oleh AUX Electric, AUX Exim, dan TCHS.

Pada tahap pemeriksaan berikutnya di Sidang Majelis Komisi, Investigator dan para Terlapor akan dipertemukan untuk menyampaikan dugaan, tanggapan, serta menghadirkan saksi maupun ahli terkait.

“Jika terbukti, para Terlapor dapat dikenakan denda hingga 50 persen dari keuntungan bersih atau 10 persen dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama periode pelanggaran,” pungkas Deswin.