Daerah  

Maraknya TPK Ilegal di Ketapang, Legalitas Usaha Dipertanyakan

KETAPANG – Maraknya keberadaan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) di wilayah Ketapang diduga beroperasi tanpa mengantongi izin resmi. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai legalitas usaha serta asal-usul kayu yang ditampung.

Kebutuhan akan bahan kayu masih sangat tinggi di masyarakat Ketapang, terutama untuk pembangunan rumah dan kebutuhan lainnya. Namun, beredarnya TPK tanpa izin menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi pelanggaran hukum dan ancaman terhadap kelestarian hutan.

Pada Selasa (6/5/2025), sejumlah TPK di Ketapang mendadak tutup. Beberapa lainnya hanya buka dalam waktu singkat sebelum akhirnya menghentikan aktivitas. Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, hal ini terjadi karena adanya tim pemeriksa yang turun ke lokasi untuk mengecek jenis kayu serta kelengkapan dokumen.

Media Indonesiakini.id mencoba menelusuri salah satu TPK di Ketapang. Seorang penjual yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Kami hari ini buka sebentar saja, Pak, karena ada tim, jadi harus segera tutup dan tidak melayani pembelian kayu.”

Situasi serupa terjadi di sejumlah TPK di wilayah Sukaharja, Kalinilam, hingga Kecamatan Benua Kayong. Sejak pagi, tidak ada aktivitas terlihat. Upaya konfirmasi kepada para pekerja pun tidak membuahkan hasil. Diduga, informasi mengenai pemeriksaan ini sudah lebih dahulu tersebar.

Salah satu pengusaha TPK menyampaikan bahwa mereka bersedia mengurus izin resmi, namun berharap prosesnya tidak dipersulit. “Kami siap membuat izin, tapi jangan dipersulitlah. Kita sama-sama mau cari makan,” ujarnya.

Secara regulasi, TPK memang memerlukan izin resmi untuk beroperasi. TPK merupakan tempat penampungan kayu bulat dari satu atau lebih pemegang izin, baik berupa logpond maupun logyard, yang berlokasi di luar areal izin, meski masih berada di hutan produksi atau di luar kawasan tersebut.

Untuk mendirikan TPK, pemohon wajib memperoleh izin dari pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau instansi terkait di tingkat daerah. Proses perizinan biasanya meliputi pengajuan permohonan disertai dokumen seperti peta lokasi, peta areal hutan, surat pernyataan izin TPK (jika berada di konsesi perusahaan lain), serta surat kuasa bila dikuasakan.

Fungsi TPK adalah sebagai titik sentral penimbunan kayu bulat dari pemegang izin. Keberadaannya diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) mengenai penataan hasil hutan kayu dari hutan produksi.

Tujuan utama dari sistem perizinan ini adalah memastikan aktivitas penimbunan kayu dilakukan sesuai aturan yang berlaku, menjaga kelestarian hutan, serta mencegah praktik illegal logging.

Bila suatu kelompok usaha kehutanan ingin mendirikan TPK di luar konsesi mereka, mereka wajib mengajukan izin lengkap ke KLHK atau instansi daerah. Jika memenuhi syarat, izin TPK akan diterbitkan.

Perlu ditegaskan, mendirikan TPK tanpa izin resmi merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan sanksi. Oleh karena itu, calon pengusaha TPK wajib mengikuti prosedur perizinan secara legal dan bertanggung jawab.

(Sukardi)