PADANG LAWAS – Pengajuan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Sibuhuan tetap harus memakai agunan berupa sertifikat hak milik (SHM). Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Anggota DPR RI Komisi VII, Saleh Partaonan Daulay, yang menyebutkan bahwa pinjaman KUR di bawah Rp100 juta seharusnya tidak memerlukan agunan tambahan.
Pernyataan tersebut dikutip awak media saat rapat kerja Komisi VII DPR bersama Menteri UMKM dan Himbara di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, beberapa minggu lalu.
Ketidaksesuaian antara hasil rapat Komisi VII DPR RI dengan Menteri UMKM dan Himbara itu terungkap dari keberatan seorang nasabah yang dijanjikan oleh oknum mantri BRI Cabang Sibuhuan, Unit Layanan Sosa, bernama Dedi. Nasabah tersebut adalah pelaku UMKM asal Desa Tanjung Baru, Kecamatan Batang Lubu Sutam, Kabupaten Padang Lawas.
Dalam keterangannya saat investigasi, nasabah atas nama Syahruddin Lubis mengaku bahwa untuk bisa mengajukan kembali pinjaman KUR di BRI, ia harus melunasi pinjaman sebelumnya terlebih dahulu (lunas maju). Demikian pengakuan Syahruddin Lubis kepada awak media pada Selasa, 7 Mei 2025.
Syahruddin Lubis (30), warga Desa Tanjung Baru, sebelumnya telah mengajukan pinjaman KUR di BRI Cabang Sibuhuan, Unit Layanan Sosa, sebesar Rp25 juta untuk mengembangkan usaha di bidang pertanian. Beberapa bulan lalu, pihak BRI menawarkan skema “lunas maju” agar ia bisa kembali mengajukan pinjaman lunak tanpa agunan dengan nilai sekitar Rp32 juta.
Disepakati bahwa Syahruddin akan menyetor sisa utangnya ke rekening tabungannya agar pihak BRI melakukan tarik otomatis pada 30 Maret 2025. Namun, karena bertepatan dengan libur cuti Lebaran, auto-debit baru dilakukan pada 8 April 2025. Setelah pembayaran dilakukan, Syahruddin kembali menanyakan status pengajuan pinjamannya.
Namun, pihak BRI menyampaikan bahwa ia tidak bisa lagi mengajukan pinjaman karena namanya telah tercatat buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Syahruddin merasa dibohongi oleh pihak BRI, lalu mengajukan keberatan dan komplain atas pelayanan BRI Cabang Sibuhuan, Unit Layanan Sosa, hingga mengambil nomor antrean untuk menarik berkas. Setelah ia mengecek ke aplikasi OJK, ternyata pelaporan ke SLIK atas namanya dilakukan pada 12 April 2025. “Itu artinya, pengajuan saya ditolak terlebih dahulu oleh BRI, baru kemudian dilaporkan ke SLIK OJK,” ujarnya.
Nasabah lain asal Kecamatan Ulu Barumun, berinisial MH, juga mengaku kesulitan mengajukan penghapusan kredit macet atas namanya, meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan melalui pidato Presiden Prabowo Subianto yang dibacakan oleh Airlangga Hartarto terkait penghapusan hutang kredit macet, serta penghentian penagihan dan penyitaan.
Padahal menurut MH, dirinya memenuhi kriteria sebagai penerima program penghapusan sesuai PP Nomor 47 Tahun 2024 yang diumumkan beberapa bulan lalu, dan berlaku secara nasional. MH mengaku telah beberapa kali melakukan restrukturisasi pinjaman, namun usahanya tetap gagal sejak pandemi COVID-19. “Usaha saya bangkrut sejak pandemi COVID-19,” ujarnya.
Manajer BRI Sibuhuan, Amriko, saat dikonfirmasi di kantornya menjelaskan, bahwa tidak dibenarkan petugas BRI, baik RM maupun mantri, menjanjikan apapun kepada nasabah terkait jadwal pencairan atau keputusan acc pinjaman, karena itu merupakan kewenangan tim analisis kredit.
“Jika benar ada petugas yang menjanjikan hal tersebut, akan kami tindak lanjuti dengan memberikan peringatan hingga sanksi, karena itu menyalahi kode etik,” katanya.
Awak media juga menanyakan perihal penerapan PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghentian penagihan dan penyitaan atas kredit macet UMKM akibat COVID-19. Ia menjawab, “Untuk Kabupaten Padang Lawas, tidak ada kebijakan penghentian penagihan atau penyitaan. Yang kami lakukan adalah restrukturisasi kredit, perpanjangan masa pembayaran, penundaan cicilan, dan pengurangan suku bunga pinjaman,” papar Manajer BRI Sibuhuan.
Terkait besaran KUR dan realisasinya kepada pelaku UMKM, Amriko menjelaskan, “Kami tidak membedakan antara nasabah lama dan baru. Selama usahanya layak, kredit hingga di atas Rp500 juta pun dapat kami berikan.”
Namun pernyataan itu berbeda dengan keterangan Sekretaris BRI Cabang Sibuhuan, Rahayu, yang menyebutkan bahwa pinjaman Rp50 juta tetap harus menggunakan SHM dan pengajuannya melalui unit BRI. Untuk pinjaman di atas Rp100 juta hingga Rp250 juta, tetap harus memakai agunan SHM, namun pengajuannya dilakukan melalui cabang.
Hasil investigasi awak media di lapangan menemukan bahwa nasabah dengan pinjaman Rp30 juta tetap harus menyerahkan SHM atas lahan dan bangunan kepada BRI Sibuhuan Unit Layanan Sosa. Hal ini kembali menunjukkan ketidaksesuaian dengan pernyataan Anggota DPR RI Komisi IV, Saleh Partaonan Daulay, yang mengatakan bahwa pinjaman KUR di bawah Rp100 juta seharusnya tidak memerlukan agunan tambahan.
Untuk memastikan pelaksanaan regulasi pemerintah pusat di daerah, awak media mencoba meminta tanggapan dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Padang Lawas dari Fraksi Golkar, Amran Pikal Siregar. Namun ia menyarankan agar pertanyaan tersebut ditujukan kepada Komisi B DPRD Padang Lawas yang membidangi perbankan. “Coba saudara konfirmasi ke Komisi B yang membidangi perbankan agar mendapat jawaban yang lebih teknis,” ujarnya.
Saat awak media mendatangi kantor DPRD Kabupaten Padang Lawas, tidak satu pun anggota DPRD yang hadir. Bahkan Sekretaris Dewan (Sekwan) pun tidak masuk kantor. Salah satu staf yang ditanya mengaku ragu menjawab siapa Sekwan Padang Lawas, seolah tidak mengenal atasannya sendiri.
[Indra Leo Hasibuan]