Dialog MAPPI Jatim Bahas Perlindungan Hukum Profesi Penilai Indonesia

SURABAYA – Dewan Pengurus Daerah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (DPD MAPPI) Jawa Timur menggelar Dialog Interaktif Profesi bertema “Penguatan Aspek Perlindungan Hukum dari Tindakan Intervensi dan Diskriminatif bagi Profesi Penilai Indonesia”, Rabu (25/5/2025).

Acara ini menjadi ruang strategis bagi akademisi, aparat penegak hukum, regulator, hingga pimpinan organisasi profesi untuk membahas urgensi perlindungan hukum bagi para penilai publik di tengah tantangan profesional yang semakin kompleks.

Dalam diskusi tersebut, Guru Besar Hukum Pidana Korupsi Universitas Airlangga, Dr. Nur Basuki Minarno, S.H., M.Hum., menekankan bahwa penilai wajib menjalankan tugas secara profesional sesuai peraturan yang berlaku, termasuk PMK No. 101/2014, Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). Ia mengingatkan bahwa intervensi dari pihak pengguna jasa yang menyebabkan penyimpangan dapat berujung pada sanksi etik, administratif, bahkan pidana.

“Tanggung gugat menyangkut ganti rugi secara perdata, sementara tanggung jawab bisa berimplikasi pidana jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian,” tegasnya.

Senada dengan itu, AKBP Mualimin, S.H., M.Hum., Kepala Bagian Pembinaan Operasional Ditreskrimsus Polda Jatim, menyoroti pentingnya akurasi data pembanding dan ketepatan prosedur kerja penilai.

Menurutnya, tugas penilai tidak semata-mata berdasar perikatan kerja, tetapi juga harus memenuhi ketentuan hukum. Ia menekankan perlunya mencantumkan referensi regulasi dan standar dalam kontrak kerja penilai, mengingat belum adanya pengaturan eksplisit dalam undang-undang mengenai perlindungan hukum profesi ini.

Sementara itu, Ketua Komite Penyusun SPI, Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (Cert.), FRICS, mengungkapkan bahwa ketidakpahaman terhadap profesi penilai masih menjadi penyebab utama sengketa. Ia mendorong percepatan pembentukan Undang-Undang Penilai untuk memperkuat kepastian hukum dan posisi profesi.

“Kami juga melihat perlunya dibentuk majelis etik dan peradilan penilaian agar penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang memahami karakteristik profesi ini,” ungkapnya.

Ketua Umum DPN MAPPI, Ir. Budi Prasodjo, M.Ec.Dev., MAPPI (Cert.), mengungkapkan bahwa hingga Mei 2025 terdapat 53 pengaduan terhadap penilai, mayoritas berasal dari sektor pengadaan tanah dan lelang. Laporan terbanyak disampaikan oleh aparat penegak hukum, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), institusi perbankan, dan instansi pemerintahan.

Sebagai langkah antisipatif, DPN MAPPI telah mengembangkan Database Nasional Penilaian, menyusun regulasi internal lintas sektor (pasar modal, perpajakan, dan pengadaan tanah), serta menjalin komunikasi aktif dengan aparat penegak hukum. Upaya ini bertujuan memperkuat profesi penilai yang berintegritas, independen, dan akuntabel.