PN Sidoarjo Kembali Tunda Eksekusi Tanah di Tambak Oso, Massa Ancam Aksi Lebih Besar

Teks : Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur menunjukkan solidaritasnya dalam mengawal sengketa hukum terkait lahan di Jalan Gajah Putih, Tambak Oso, Sidoarjo, (27/02/25) Kamis. (Foto: Nugi/Indonesiakini.id)

SIDOARJO – Eksekusi lahan seluas 98.468 m² di Tambak Oso, Sidoarjo kembali tertunda untuk kedua kalinya. Ribuan warga dari berbagai daerah tetap bertahan di lokasi sebagai bentuk solidaritas terhadap pemilik tanah, Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, yang telah memenangkan sengketa hukum atas lahan tersebut.

Penundaan ini disampaikan oleh Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur, Andi Fajar Yulianto. Ia mengungkapkan bahwa surat resmi penundaan eksekusi telah diterima sejak sehari sebelumnya.

Namun, banyak massa yang sudah terlanjur datang dan memilih bertahan di lokasi sebagai bentuk dukungan. Diperkirakan sekitar 2.000–3.000 warga dari berbagai daerah, termasuk Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Mojokerto, hingga Bali, ikut mengawal proses ini.

“Warga memiliki rasa empati yang tinggi dalam mempertahankan aset ini. Setelah penundaan ini, kami akan melangkah lebih jauh, termasuk mendesak DPR RI Komisi III dan kejaksaan untuk segera menyerahkan sertifikat tanah yang menjadi hak kami berdasarkan putusan hukum yang sudah inkracht,” ujar Andi Fajar saat diwawancarai awak media, (27/02/25) Kamis.

Andi Fajar Yulianto, Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur sekaligus kuasa hukum pemilik lahan atas nama Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah. (Foto:Nugi/Indonesiakini.id)

Sebagai informasi, Kasus ini berawal dari transaksi jual beli lahan yang berujung sengketa. Awalnya, tanah tersebut dijual dengan nilai Rp 225 miliar, tetapi pembeli gagal melunasi pembayaran. Dalam proses pembatalan transaksi, pemilik tanah tanpa sadar menandatangani dokumen tambahan yang ternyata berisi pengalihan hak kepemilikan.

Masalah semakin rumit ketika pemilik tanah menerima tiga sertifikat hak milik yang ternyata tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sidoarjo, menandakan adanya indikasi pelanggaran hukum.

Investigasi mengungkapkan bahwa hanya Rp 43,7 miliar dari nilai transaksi yang benar-benar dibayarkan, namun pemilik tanah tidak pernah menerima uang tersebut. Sertifikat tanah pun beralih menjadi Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Kejayan Mas secara misterius.

Putusan hukum telah menegaskan bahwa tanah tersebut sah milik Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah. Hal ini diputuskan dalam perkara perdata No. 245/Pdt.G/2019/PN.Sda dan perkara pidana No. 236/Pid.B/2021/PN.Sda, yang diperkuat hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Kejaksaan diperintahkan untuk mengembalikan kepemilikan tanah kepada pemilik aslinya, namun hingga kini eksekusi masih mengalami hambatan.

Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur pun tak tinggal diam dan mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo untuk segera menyerahkan tiga sertifikat tanah yang menjadi hak pemilik sah.

“Jika keputusan ini tidak segera dijalankan, kami siap mengerahkan massa yang jauh lebih besar, bahkan hingga 20 kali lipat dari jumlah yang hadir saat ini,” tegas Andi Fajar.

Meskipun eksekusi kembali tertunda, masih banyak warga yang tetap berjaga di lokasi secara bergilir guna memastikan tidak ada pihak lain yang mencoba menguasai lahan tersebut. Situasi ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Sidoarjo, apakah mereka mampu menegakkan keputusan pengadilan atau justru membiarkan sengketa ini terus berlarut.