Hukum  

Nasib Putusan Perkara Pemerasan di PN Tuban: 2 dari 12 Terdakwa Terancam Kehilangan Istri

Ketua Umum KPORI, Margoyuwono (kiri) saat berada di Mahkamah Agung, Jumat (27/12/24). Foto: Asia Pujiono/Indonesiakini.id

TUBAN – Miris sekali nasib 2 dari 12 terdakwa perkara pemerasan yang dijatuhi vonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Pasalnya, selain harus menjalani hukuman, kedua terdakwa ini juga terancam kehilangan istri mereka.

Salah satu istri terdakwa menyampaikan, bahwa Eko dan Roni digugat cerai oleh istri mereka karena tidak bisa menafkahi anak dan istri. Sementara, uang yang sudah diberikan ke oknum makelar kasus (Markus) berinisial STN lenyap begitu saja.

Menurutnya, Eko digugat cerai setelah menjual sepeda motor Yamaha MX untuk mengurus permasalahan hukum suaminya, namun hasilnya nihil.

“Kasihan, Pak, mereka digugat cerai oleh istri-istri mereka karena tidak bisa menafkahi keluarga, padahal sudah mengeluarkan uang, tetapi tetap tidak bebas dari penjara. Saya juga merasa miris, sampai harus menjual sepeda motor Yamaha MX,” ungkapnya dengan nada sedih, Jumat (27/12/2024).

Ia menambahkan bahwa makelar kasus tersebut kini tidak bertanggung jawab. Bahkan, beberapa hari terakhir, ia tidak dapat dihubungi dan nomor teleponnya tidak aktif.

“Sekarang orang itu malah tidak terlihat, dan kontak WhatsApp-nya sudah tidak aktif. Saya mencari informasi, ternyata dia berbohong dengan mengatakan sedang berkoordinasi dengan jaksa. Kok bisa ya, orang yang sedang dalam kesulitan malah dibuat semakin sulit?” keluhnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa mereka, bersama beberapa istri terdakwa lainnya, berencana meminta uang mereka dikembalikan. “Iya, kami dari beberapa istri terdakwa yang lain akan meminta uang kami agar dikembalikan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia (KPORI) Margoyuwono saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jumat (27/12) mengungkapkan rasa terharunya mendengar bahwa dua anggotanya terancam kehilangan istri.

Margo tetap bersikukuh bahwa 12 anggotanya tidak bersalah. “Mereka menjalankan tugas negara, seharusnya mereka dilindungi, bukan diponis bersalah,” ujar Margo.

Kedatangan Margo ke Mahkamah Agung RI merupakan bukti nyata perjuangannya untuk membebaskan 12 anggotanya. Bahkan, Margo telah mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung.

Dalam petisi surat tersebut, ia memohon agar Mahkamah Agung memberikan solusi, mengingat 12 orang terdakwa adalah anggotanya yang sedang menjalankan tugas negara. Margo juga menekankan bahwa mereka tidak melawan hukum.

Ketegangan terjadi di dalam Gedung Mahkamah Agung antara Margo dan pegawai Mahkamah Agung. Margo merasa kebingungan saat menanyakan kelanjutan surat yang sudah disampaikan.

Kasubag Keamanan Satiman kemudian menemui Margo, dan perdebatan pun tak terhindarkan. Margo bersikukuh ingin bertemu dengan pegawai yang berwenang untuk memberikan jawaban atas surat yang telah dikirimkan sebelumnya.

“Anda siapa dan sebagai apa?” tanya Margo. Kasubag Keamanan, Satiman, dengan tegas menjawab, “Saya Satiman, Kasubag Keamanan.”

Dalam perdebatan tersebut, Satiman bertanya kepada Margo, “Ini ranahnya banding, kan? Kalau banding, ke Pengadilan Tinggi,” kata Satiman.

Namun Margo menjawab bahwa dirinya tidak memahami soal hukum banding, apakah itu ke Pengadilan Tinggi atau kasasi. “Yang saya pertanyakan adalah, mengapa anggota saya yang tidak bersalah malah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Tuban dengan dakwaan Pasal 368?” ungkap Margo.

“Saya tidak membahas soal banding atau kasasi, yang saya pertanyakan adalah kenapa anggota saya yang menjalankan tugas negara dengan surat tugas yang sah justru dihukum, seharusnya mereka dilindungi, bukan diponis bersalah,” imbuhnya.

Akhirnya, dari perdebatan tersebut muncul titik terang. Satiman berjanji akan menyampaikan persoalan ini kepada pegawai yang berwenang. “Baik, nanti saya akan mediasi hal ini dengan pegawai yang berwenang. Waktunya agak mepet, mengingat tahun baru sudah dekat. Kami akan upayakan awal tahun depan. Tapi, silakan hubungi saya melalui kontak pribadi agar kami bisa mengatur pertemuan,” kata Satiman dengan serius.

(Asia Pujiono/Aas)